Rabu, 01 Oktober 2014

dan kamu jalan pulang itu

 

ku harap itu kamu
yang menitipkan rindu pada tetes-tetes air 
yang jatuh dari langit
biar aku kuyup, basah di bawah sini karena rindu itu

mungkin itu kamu
yang puisinya tertulis di atas lembar-lembar daun mahoni
yang satu persatu gugur
disepanjang jalan pulangku, ke hatimu

semoga itu kamu
yang setianya seperti ombak di pantai
biar aku berenang-renang di lautnya
sampai tenggelam, dan habis nafasku

ku harap itu kamu, sacht
yang selalu menjadi tempatku pulang 
selalu


" cinta tidak perlu jalan pulang. karena cinta itu tau sendiri adalah tempatmu untuk pulang. tidak perlu bertanya dimana, jika kamu menemukan seseorang yang dapat membuatmu merasa seperti sedang di rumah, maka dialah cintamu; jalan pulangmu " mungkin itu kalimat yang selalu terngiang di benakku beberapa hari ini.
karena cinta tau jalan pulangnya. embun saja selalu setia terhadap pagi.
jangan tanyakan sudah berapa lama, sudah berapa tahun seperti ini. sejak aku belum mampu menggambarkan lingkaran dengan sempurna, sampai kita telah merancang berbagai desain grafis kita saat ini, kita masih selalu bersama. terlalu sering kebersamaan yang tercipta. matamu seakan menutup rapat hatiku, tidak untuk yang lain. ternyata diam-diam kamu menyusup ke dalam sini. mengunci rapat logikaku tentang segala kemungkinan untuk tetap bersamamu; berdua.

aku tidak pernah mengerti kenapa logika itu begitu sulit untuk dipahami. mungkin benar cinta itu tak ada logika.
aku sampai sekarang masih bingung kenapa aku begitu tertarik kepadamu, aku tidak pernah mengerti mengapa setiap kali mata kita bertemu dan senyuman kita berlabuh di bibir masing-masing. aku begitu ingin bertemu denganmu dan melihat senyuman itu.

kamu bagi sebagian orang adalah kesalahan. tapi bagiku kamu adalah sebuah keindahan. keindahan yang selalu melahirkan satu kata setiap hari, rindu. saya selalu rindu semua hal tentangmu, kamu dari segala sudut. kamu dalam versi lengkap. dengan segala kekurangan dan kelebihanmu.
semua ini tak mudah. untuk itu saya belajar untuk menerima. belajar menerimamu dalam semua kelebihan dan kekuranganmu, yang seringkali mereka sebut itu cinta.

maka aku mencoba untuk mengeja cinta. dengan pelan-pelan. biarkan lekuk hurufnya menari di ujung bibir. sebelum getarnya menggoyangkan langit-langit mulut. hanyut dalam kerongkongan. larut dalam nadi dan mengalir bersama darah keseluruh tubuh. lalu keluar bersama air mata. mengeja cinta terkadang harus ada luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar