" bagaimana kamu mencintainya ? " lewat mata, ataukah bibir yang selalu mengecup keningmu setiap hari ? ataukah telinga ataukah lengan yang selalu dia gunakan untuk memeluk. " dari punggung " jawabku. aku mencintainya dari belakang dari kejauhan bahkan pada saat dia tak tau bahwa rasa ini semakin hari semakin bertambah kepadanya.
kaki hujan mengetok kaca jendela, nafas awan memeluk tubuh dan jiwa. dari jauh pandangmu nampak dalam benakku, kau seperti pohon gagah berdiri membusungkan dada saat diterpa angin dengan kencangnya, kamu tak goyah. sesaat mata langit memancarkan senyum, hangatnya membuatku terdiam pasi. tak sabar menanti esok, melihat paras indah mengetok hati membangunkanku dengan ucapan selamat pagi sayang. sirna kehidupan yang mulai menyeja, mentari pun akan menutup matanya, di bawah rembulan yang putih dan cerah, ku ukir namamu bersama bintang yang indah.
kamu bagiku adalah hari, dimana aku bisa selalu mengingatmu. kamu adalah hari, dimana setiap duka menjadi suka. kamu adalah hari dimana aku melupakan masalahku. kamu adalah hari yang selalu ku pandang sebagai suatu kecerahan bagi masa depanku nanti.
tentang kita. tentang setiap jalan yang bercabang yang selalu akan ketemu pada ujung jalan yang lurus dan berjalan bersama-sama. tentang langit hitam yang kadang menghadirkan hujan dan membiarkan rindu ini terbuang sia-sia. tentang rasa yang hadir semenjak rasa yang dulu biasa saja, berubah menjadi berarti. setiap detik mengalir rindu yang bertubi-tubi kepadamu, rindu yang terpatri indah terlukis bias dihatiku. acap kali ku tersenyum karena suatu perasaan yang selalu membuatku tenang, tentang dirimu. mencoba mencerna semuanya dalam setiap langkah, bahwa sekarang kita sudah berada jauh dari hari pertama kali kau berkata "aku sayang kamu" dan rasa ini begitu sulit untuk diterjemahkan. biarlah semua mengalir dengan indahnya, bagaikan anak sungai jernih yang mengalir pasti, terpesonaku pada setiap rangkaiannya dan ku coba tuk nikmati sebuah aliran hati hingga nanti waktu mempertegas semua.
kadang hatiku bertanya, mengapa bintang terang benderang, menyapa kala malam menyelimuti angkasa? barangkali, di kala itu dirinya mampu menerangi angkasa, menghibur setiap mata yang bersedih, sesudah surya berlari pulang, meninggalkan goresan merah pada langit sore.
kadang aku cemas, mengapa waktu berlalu begitu deras, diperlambat pun tak bisa, apalagi untuk mengulang masa lalu. barangkali, desir pasir di gurun akan menjawabnya, setiap butiran air hujan yang akan menghitungnya, dan biarkan kematian merangkul jiwa, menghentikan waktu untuk sejenak. cinta ini hidup dianatar dirimu dan diriku, besar di dalam setiap kidung doa dan bersemayam dalam sela-sela relung jiwa. setiap hal telah terlukis indah di skenario takdir, kadang jiwa terhimpit cobaan yang terus menerjang, barangkali hidup hanya sebagai candaan. nadiku mulai kehilangan denyutnya, dadaku mulai kehilangan nafasnya, biarkan ragaku ditelan fatamorgana, asal jangan jiwaku jatuh dalam neraka. barangkali, hatiku dan hatimu akan menjadi satu, di kala ramai menjadi sepi. biarkan doa bersenandung dalam hati, di kala fajar membelah kegelapan, biarkan rindu ini bercengkrama di hati. dan biarkan Tuhan melihat betapa kuatnya cinta kita.
menyayangimu dan membuatmu nyaman mungkin hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang. jika memang kita terpisah karena tuntutan hidup maka berjanjilah bahwa cinta itu tetap menjadi milik kita, tidak di bagi. saat kau disana dan aku disini kita buktikan bahwa cinta akan bertemu disuatu jalan yang lurus, hingga waktu menyatukan kita sampai nanti kita menjawab suratan takdir dengan tetap saling setia. sampai pada jalan yang sama, hasrat yang sama, dan berada dalam suatu atap yang sama. dan tetap patuh dalam rambu-rambu cinta, bahwa merah kita berhenti untuk merencanakan, kuning berarti kita bersiap demi komitmen dan hijau berarti kita siap menjalani semua bersama.
karena mulai saat ini tak ada lagi gulita menemani, datang sesaat merah kemudian menjingga meronalah ia menapaki butiran kaki langit, pijar perlahan melemabayung. hangat ku rasa. kusapa berkas sinarmu di beranda hatiku.
pagi matahari, terimakasih kau selalu datang tepat waktu menemuiku. seperti biasa senyum simpulmu selalu menjadi penenang tersendiri. terimakasih langit yang selalu menemani, yang selalu berada disitu tak pernah berubah bentuk seperti awan, bukan juga seperti pelangi yang datang setelah hujan, juga bukan siang dan malam. tapi langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar