Saat ini aku tak mampu melukiskan perasaanku, tak mampu kurangkaikan kata lewat bibirku dan tak bisa lagi ku merajut angan indah tentangmu. Kini aku hanya satu hal dalam hidup, merindukanmu. Merindukanmu adalah hal yang tak mampu ku elak kan, kini kerinduan itu menyebar dalam hatiku dan menggerogoti setiap sudut rasa ini. Hingga angan, pikiran, dan perasaan menjadi satu tujuan dan satu arah.
Merindukanmu, hanya kata itu yang tersisa dalam benak yang telah lama terpaku dalam tembok kegundahan, jika aku dapat memilih aku akan yakin kan hidup ku untuk ku. Lebih baik aku hidup bersamamu walau hanya dalam kesederhanaan daripada aku harus melalui seribu tahun tanpamu di sampingku. Mungkin itu konyol, tapi percayalah hari ini ku rangkai kata-kata melalui rasa, dan urai dalam satu hal ketidakpastian yaitu, kerinduan. Dan jika aku dapat mengungkapkan ini, aku hanya ingin kau tau bahwa dari dulu hingga detik ini aku menulis ini, aku sangat mencintaimu. Seperti yang dulu.
Sepenuhnya aku adalah kamu. Dan aku masih berdiri tegak disini untukmu walau aku rapuh karena rinduku tak terbalaskan. Namun aku tetap bertahan, karena cinta dan janji itu terus mengairi hati yang mengering. Dan hari ini, aku ingin kau tau aku merindukan sosokmu dalam sebuah pelukan.
Lihatlah aku disini, saat ini aku sendiri sepi berteman dengan sunyi tanpa sebuah arti. Taukah kamu, disini ku menggenggam rindu? salahkah aku jika aku melamunkamu ?
Dalam hayal lamunanku, kamu tersenyum dari kejauhan. Kamu mendekapku dalam bayang. Terasa dekat tapi jauh. Dan itu sakit.
Aku mencoba mengarungi hari dengan sebuah perasaan resah dan gelisah. Berusaha mendamaikan rasa hati ini.
Seperti indahnya pelangi selepas hujan, ku kenang segala indah saat-saat bersamamu. Saat hatiku masih lekat dengan jiwamu, tak mampu ku sapa tiap jiwa yang datang dengan tulus. Mengharap tentang purnama, bias ku toreh segala rasa yang ada. Pada sudut Sang Mega, segala rindu dalam jiwa. Tak mampu untuk menyalahkan waktu, hanya seayun kata mampu ku pendar.
Apa hakikat di balik misteri? kilatan rindu yang menyambar mampu pijarkan seruas hati bisu, inginku untuk kembali jumpa.
Dulu indah betapa ku rasa, syahdu terasa berlalu pilu menyisa mengalunkan tangis kini sendiri di antara puing-puing kehancuran yang berserakan. Lagu berubah menjadi sedih, melayu mendayu kembali merayu. Semenjak kehilangan paru, dimana perhatian itu kini? bayang-bayang tinggal menghiasi. Hilang sudah pelangi panjang membentang rasa sekejap saja, hati ini bagai di jemput lalu di lempar tak kasihan ke neraka.
Apa yang menusuk dada ini? sakit begitu kurasa. Tinggallah jiwa ini dalam kegelapan. Prahara datang, engkau hilang dan tersapu jejak dibawa angin pergi jauh. Hanya menyisakan kenangan dan air mata kala rindu meyapa.
Boleh aku meminta sesuatu di akhir bulan indah ini? hanya satu jam untuk aku. Duduk diam disini dan berbagi tentang rindu ini.
Masih tentang senja, yang selalu berteman dalam diam. Seolah aku menjadi orang yang paling sepi di dunia ini.
Dengan senja aku bercermin, paras kusam kudapat dari biasnya. Berdiri aku mencari pendirian. Berjalan aku ingatkan kenangan, kelak hidup ku tersenyum riang. Namun semuanya telah berakhir, tak ada lagi yang ku rasa seperti kemarin. Aku telah berada dalam ruang yang sangat aku benci.
Bila ku ingat lagi, aku benci ruangan, aku benci teriakan, aku benci air mata, aku benci desahan nafas, aku benci jeritan, aku benci bunyi tiit tiit dan hening lalu banyak suara. aku benci pojokan dan berteriak. Aku benci kata perpisahan, tak ingin ku dengar adanya selamat tinggal dunia mimpi. lagu macam apa ini yang nadanya tak beraturan ini. Bodoh!
Masih bolehkah aku bercerita dengan senja ?
Di senja yang sunyi ini, ku lukiskan sebuah pelangi. Kau bukakan lembar cerita tentang rindu ini dan senyummu menghiasi setiap kali pena ini menari di atas kertas. Ku rasakan pelukanmu yang melekat dalam palung hatiku, bayangmu menemaniku. Kita bernyanyi bersama, di lantunan cerita. Engkau adalah teman senjaku, yang selalu menemaniku dalam hangatmu dan selalu membuatku merasakan bahwa dunia ini masih ada keindahan walau hanya ku nikmati sebentar saja.
Dan senja itu perlahan hilang, membentuk warna merah jingga kuning apapun itu aku nikmati dan tak terlewatkan karena terlalu indah.
Aku kembali sendiri, aku berdiri ditepi lembah sunyi tanpa siulan angin malam. Hatiku gerah tak bersejuk, lembut sapaan bayu tak bertaut.
Pucuk-pucuk ilalang itu terdiam, aku bingung kenapa mungkin karena dia begitu terkagum karena aku begitu bodoh karena selalu meyesali hari. Tiada kudengar bergemerisik. Dedaunan kayu mahoni itu gelisah menanti raut mukaku berubah.
Sendiri, hampa, diam, sepi, benci aku dalam sandiwara. Aku laksana mereka yang gelisah, tengadah harap dalam hati. Menanti sepoi menyentuh kalbu, dan keriuhannya pengisi hati.
Duhai kau sang dewa siang, dapatkah kau terangi malam ini, hilangkan gelapnya. Nyalakan lenteramu, agar tak ada orang yang melihat bahwa aku menghitung rindu dan membiarkan air mata tetap terjatuh karena rindu ini memuncak. Biarkan rinduku tertiup angin, biarkan dia sampai ke pemilik rindu ini, agar dia dapat merabanya dan tau sudah berapa banyak coretan senja yang dia lewati.
Dengarlah kamu sang pemilik rindu ini, bawalah aku kedalam ketenanganmu. Sirami aku dengan sajak-sajak yang baru walau hanya kurasa semu. Lihatlah aku walau hanya di pelupuk matamu, sekilas saja menyentuh kalbuku walau kau tiada menahu aku. Tersirat aku, ingin hati ini membunuh rindu karena tak terbalaskan. Sejenak tolong peluklah aku dari kejauhan waktu dan tempat yang berbeda. Sejenak saja agar ku lepaskan bebanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar