Well, film produksi Netflix ini mungkin harus masuk di dalam list nonton kalian semua. Saya yang sedang gabut di weekend ini menontonnya kembali karena film ini sarat akan sebuah makna. Iya, saya menontonnya untuk kedua kali. Dan memang benar film ini mempunyai pesan yang sangat mendalam dan sangat sesuai dengan keadaan orang-orang yang hidup di zaman sekarang. Zaman dimana kecantikan luar yang paling di perhatikan dan seseorang mungkin terkadang tidak akan menjadi dirinya sendiri, karena penilaian orang kepadanya harus yang baik baik terus. Itulah kenyataan yang terjadi sekarang ini.
Dengan scrip yang menyegarkan dan lebih bermain ke sedikit permainan emosi tapi tidak melepaskan unsur sensualnya sebagai jati diri dari film Hollywood mungkin film ini bisa dibilang menarik. Tapi, jangan berpikir kalau unsur sensual yang mereka tawarkan akan membuat anda terus berimajinasi, karena sebenarnya semuanya dibuat tidak berlebihan.
Platform digital terbaru, film yang menyenangkan dengan tema pemberdayaan wanita yang menjadi main issuesnya. Dengan genre romance-comedy, film ini sangatlah membuat anda terhanyut dengan ceritanya dan tidak akan melirik jam berapa sekarang.
Setelah Netflix berhasil membuat film yang hampir semua remaja di dunia ini tersihir dengan kisah cinta Lara Jane dan Peter Kavinski di To All the Boys I've Loved dan kemudian keberhasilan lainnya yang dibuat oleh Noah Cantineo di film Sierra Burgess is a Loser sebagai Jamey, yang juga menawarkan jalan cerita dengan tema yang hampir sama menurut saya, tentang bagaimana jiwa-jiwa wanita begitu dikaitkan dengan penampilan dan betapa seorang wanita itu mampu membebaskannya ketika ia berani melepaskan begitu banyak stigma tentang perempuan itu harus cantik, rambut lurus, putih, berbadan ramping dan masalah gender. Nappily Ever After pun bercerita tentang hal yang sama.
Film yang diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Trisha R. Thomas, Nappily Ever After yang dibintangi oleh Sanaa Lathan sebagai Violet yang menjalani kehidupannya bertahun-tahun dengan ketakutan ibunya Paulette yang dibintangi oleh Lynn Whitfield. Ketakutan yang dibangun oleh ibunya yang akhirnya mengurung Violet dalam sebuah situasi dimana kalau mau diterima sebagai seorang yang berkulit hitam di masyarakat luas harus benar-benar menjadi seperti mereka dengan cara apa pun.
Hampir 30 tahun Violet yang ditata rapi oleh ibunya untuk memperlakukan rambutnya seperti baju besi. Dia pun meluncur ke dunia dengan keyakinan yang salah, sosoknya yang dibentuk menjadi sangat indah dan menawan membuatnya meraih banyak sekali kesuksesan, berbagai kesuksesan di raihnya, dari masalah karir sampai masalah percintaannya dengan seorang dokter yang bernama Clint yang diperankan oleh Ricky Whittle.
Selama mereka tinggal serumah, Violet sangat menjaga mannernya dan bahkan Clint yang adalah kekasihnya pun tidak boleh memegang rambutnya bahkan ketika mereka bercumbu. Sesuatu yang dirasakan aneh pada awalnya oleh Clint yang kemudian karena cinta dia merasakan kalau ini adalah hal yang biasa. Sampai suatu hari saat ulang tahun Violet, yang diharapkan Violet adalah ia akan di lamar oleh Clint tapi kenyataannya adalah ia di beri sebuah puppy dan Clint mengatakan kalau kehidupannya bersama dengan Violet sama seperti kencan pertama mereka dua tahun yang lalu. Yang kemudian memunculkan konflik diantara mereka, dan mereka putus.
Terkadang bagi seorang wanita perkataan yang keluar dari mulut seorang lelaki yang sangat dicintai olehnya adalah semacam motivasi atau mungkin ia akan menjadi pisau yang ditancapkan di dada. Yang dirasakan oleh Violet adalah perkataan mantan pacarnya itu adalah pisau yang ditancapkan di dada, yang kemudian berefek ke keseharian bahkan sampai ke kesehatan mental Violet.
Dia memulai lagi sebuah perjalanan baru dengan rambutnya yang dia buat semata untuk menutupi dirinya yang begitu rapuh. Mungkin semacam sebuah kemarahan. Dari rambut yang alami miliknya hingga rambut yang runcing, lalu kemudian pirang. Wanita kalau sudah masalah perasaan dan percintaan terkadang dia menjadi sangat rapuh.
Film ini menulusuri hubungan yang tidak jelas dan mungkin juga tidak adil milik sang protagonist dan bagaimana rambut "palsu"nya membuatnya menjadi begitu bersinar walaupun redup. Setelah mencoba untuk menjadi pirang dan mempermalukan dirinya karena keluar mabuk-mabukan bersama teman-temannya, Violet yang masih dibawah pengaruh alkohol kemudian menghampiri Clint di rumah sakit tempatnya bekerja dan kemudian menemukan Clint yang tengah bermesraan dengan kerabatnya, sesama pekerja kesehatan. Violet yang malang, pulang dan mendapati dirinya di depan kaca, ia membuat sebuah keputusan untuk mencukur habis semua rambutnya, adegan ini mungkin begitu menyentuh. Dimana seorang perempuan begitu larut dalam kesedihan karena merasa dirinya dicampakan saat ia baru mau memulai untuk memperbaiki hubungan mereka. Dan akhirnya malam itu dia terlepas dari Patriarchal Stockholm Syndorme miliknya. Pemandangan yang indah, berkataris, dan terlalu relatable.
Beberapa mungkin akan berpikir bahwa ini adalah moment makeover yang lucu atau memberontak, sebuah gerakan yang dibuat karena tekanan sosial atau kebutuhan, tapi disini akhirnya Violet membuat pilihannya sendiri, benar-benar sendiri. Dia dulu begitu sibuk memproyeksikan facsmile dirinya untuk diperhitungkan oleh dunia namun dia bahkan tidak tau dia yang sebenarnya adalah siapa. Violet begitu mencolok dengan perubahan barunya.
Violet pun akhirnya membangun sebuah hubungan yang cukup kuat dengan seorang penata rambut bernama Will yang diperankan oleh Lyriq Bent dan putrinya Zoe yang diperankan oleh Daria Johns, yang kemudian membantu Violet menemukan keberanian untuk berdiri di depan semua orang dan menjadi dirinya sendiri, termasuk berdiri di hadapan ibunya yang mirip Sonderkommando. Namun, film ini tidak berakhir sampai disini. Tidak berakhir seperti yang saya pikirkan. Haafiaa Al-Mansour akan membawa kalian ke moment demi moment dimana Violet menemukan kehangatan dan kenyamanannya dan mencoba untuk berani keluar dari zona nyamannya, yang kemudian mengarah ke klimaks yang membawa ibunya kedalam sebuah kerelaan hati untuk membebaskan anaknya dari pemenjaraan psikologisnya selama ini, dan membiarkannya menjadi dirinya sendiri.
" I am used to looking at myself in the mirror all the time and now I never do " Violet berkata kepada teman-temannya saat melihat kondisi rambutnya sekarang.
"It's only when I catch somebody's reaction that it all comes back" Ini adalah sebuah statement yang sangat kuat dan penuh arti, walaupun sejujurnya saya tidak begitu setuju tentang menjadi botak dan sia-sia baru kemudian sadar. Tapi setiap orang punya cerita yang sudah ditulis dan ia akan menuliskannya kembali berbeda-beda.
Perkara menjadi diri sendiri adalah penting, caranya bagaimana seseorang itu menemukan hal itu pasti berbeda-beda. Tapi coba bayangkan bagaimana indahnya dan betapa nyamannya saat kita bisa menerima dan menyayangi diri kita sendiri, tanpa peduli dengan apa yang akan terjadi dan apa kata orang tentang kita. Sekarang ini banyak sekali orang yang sangat menjadi hamba sosial, dalam arti kata saat mereka memberikan saya pujian itu menjadi kepuasan tersendiri bagi saya, maka yang akan saya lakukan adalah membuat mereka terus memuji saya dan saya akan senang. Tapi bukankah seperti itu adalah salah dan membuat lelah, kita terus terusan menjadi orang lain hanya demi sebuah nama baik. Kita lupa bagaimana caranya menyenangkan diri kita sendiri.
Nappily Ever After, cerita yang sederhana dan tidak sempurna tapi memberikan warna dan kebahagiaan tersendiri, mengajarkan bagaimana harus menjadi perempuan yang sebenarnya dan bagaimana harus menjadi diri sendiri dan mencintai diri sendiri.
Nappily Ever After. Haafiaa Al-Mansour well done.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar