Kamis, 29 November 2018

Jatuh Cinta Sekali dan untuk Selamanya

Dari ibu untuk ayah;
Disana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu jauh ke depan
di kala malam begitu pekat 
dan mata sebaiknya diperamkan saja,
cintamu masih lincah melesat 
jauh melampaui ruang dan masa

Lalu di sepertiga malam terakhirnya
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu,
melanjutkan mimpi indah yang belum usai
dengan cita yang besar, tinggi dan bening
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati

Teruslah melalang di jalan ini
menebar kebajikan, menghentikan kebiadapan, menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah 
sampai keringat dan darah tumpah

Tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum 
di jalan cinta para pejuang


Mungkin begini saya mendefinisikan cinta ayah dan ibu saya;

Akhir-akhir ini saya seringkali merenungkan tentang jatuh, rumah, halaman, tempat tidur dan pagar. Tempat tidur. Tempat dimana semua cerita akan dirangkum, berdiskusi, bercanda, bercinta dan tertidur pulas dalam hangatnya pelukan. Di tempat tidur ada kutu busuk, binatang yang merayap masuk dan bersembunyi di sela-sela kasur, dia menghisap darah sekaligus perasaan rindu-rindu yang tidak pernah tersampaikan, yang mungkin hanya bisa diceritakan kepada sunyinya malam dan bulan. 

Manusia dan kejatuhannya yang tidak direncanakan. Setiap hari bangun pagi, tidak dalam kondisi yang sama, tetapi jatuh kepada seseorang yang sama di ingatan yang paling pertama. Adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk membangun rumah bersama, tanpa pagar dengan halaman yang luas; dengan bebas bermain, berdua, bertiga, atau bahkan beramai-ramai. Kemudian tinggal atau pergi adalah pilihan selanjutnya. Tetapi saya, perempuan yang memilih tinggal dalam jatuh-jatuh yang tidak direncanakan.

Seperti Tuhan menciptakan manusia dengan kehendak bebas, rasanya seperti itu, dapat menikmati kemerdekaan sejati dalam mencintai, memiliki atau tidak memiliki, ada disisi atau tidak. Sebab cinta adalah jatuh-jatuh yang tidak terencanakan. Mungkin juga tidak berujung. Tetapi hendaklah ia dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dan sepenuh hati, karena yang seperti ini ia bisa ditebak ujungnya: tidak akan pernah ada rasa menyesal, ketika pun harus berpisah. 

Segala sesuatu bukannya tanpa tujuan. Tidak ada jatuh-jatuh tanpa tujuan. Tidak ada kesedihan tanpa tujuan. Tidak ada keindahan tanpa tujuan. Rasanya seperti sudah. Rasanya seperti cukup. Saat ini tidak memilikimu bukan berarti tidak bahagia. Karena kebahagiaan itu sendiri dapat muncul dari rasa kekurangan. Saat ini, ketika segala sesuatu berjarak, bukan berarti tidak dapat menikmati keindahan, karena kekosongan itu sendiri dapat menjadi sebuah hening yang indah sambil merindu.

Saya mencintaimu, bukan karena suatu hari kita dapat membangun rumah bersama atau tidak dapat. Saya mencintaimu karena saya lebih dulu sudah dicintai, dan memberikan kepenuhan lainnya kepadamu hanyalah bonus. Saya mencintaimu bukan karena saya tidak punya ketakutan, seperti omong kosong yang selalu saya katakan, "jatuh cinta hanya kepada orang-orang yang berani".

Rasanya tidak ada yang dapat mendefinisikannya, karena saya mencintaimu karena kekuranganmu. 


Dan untuk perempuan yang kusapa mama. 
Ia mencintai papa. Mencintai papa dalam segala kekurangan dan kelebihan, kisah cinta yang sangat lama 17 tahun di mulai dari bangku sekolah menengah atas. Mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, melengkapi. mereka adalah sahabat, teman berbagi. Kisah cinta mereka selalu membuatku takjub, tak pernah membuatku berhenti mengagumi kekuatan cinta. Saat mama harus di tugaskan di pedalaman seram, dan papa berada di kota ambon. Sebulan 2 kali papa pasti mengunjungi mama. Waktu itu tidak ada kendaraan yang sampai di tempat tugas mama. Papa harus berjalan kaki berpuluh-puluh kilo meter. Menuruni bukit, menaiki gunung, keluar masuk hutan, menyebrangi sungai. Hebat.
Mama yang mengantar papa seperti ini, itu kata papa. kalau saja mama tidak menyobek-nyobek formulir pendaftaran papa untuk menjadi tentara mungkin kita tidak seperti ini.


Karena merekalah, saya belajar bahwa pada akhirnya setiap kita tidak hanya membutuhkan pasangan. Tetapi kita juga membutuhkan sahabat; tempat berbagi dan tempat bercerita.

Selamat ulang tahun pernikahan ke 23 papa dan mama. Selamat menuai sukacita dan berkat.
Kami merindukanmu selalu, mama. 


Senin, 26 November 2018

[Semacam Review Film] : #6 The Meg

Sudah bukan lagi sebuah hal yang menakjubkan jika film dengan genre fiksi-sains atau monster urung memrkirkan logika. Anda perlu sedikit berkhayal saat menonton film dengan genre seperti ini. Namun, tentu dalam berkhayal perlu ada batasannya, termasuk dalam hal menonton film. Sebuah film harus memiliki logikanya sendiri agar memiliki batasan mana yang masuk akal dan yang tidak. Tapi mungkin The Meg bisa dibilang berusaha keras untuk menghiraukan batasan tersebut demi sajian sinematis yang menghibur.

Dalam sebuah film bergenre fiksi-sains atau monster-monster sudah ada formula yang dibangun dari dulu di dalam pikiran penonton. Di antaranya adalah karakter pria yang ganteng macho dan super, wanita cerdas nan cantik, ilmuwan, dokter, tokoh konyol, anak-anak, tokoh super kaya yang serakah, dan tentu saja monster atau makhluk aneh yang maha dahsyat. Formula yang sama pun dihadirkan di film The Meg.

Ada Jason Statham yang menjadi karakter pria yang ganteng macho dan super yang berkorban apapun demi keselamatan orang lain, ada Li Bingbing yang berkarakter wanita cerdas nan cantik, seorang ilmuwan yang dimiliki oleh Ruby Rose, Winston Chao dan Cliff Curtis, tokoh konyol oleh Page Kennedy, tokoh anak-anak ada Shuya Sophia Cai dan tokoh orang super kaya tapi serakah Rainn Wilson. Tidak ketinggalan yang menjadi inti ceritanya, seekor hiu purba yakni Megalodon, yang memiliki panjang kira-kira 27 maret.

The Meg adalah film permis teror ikan hiu raksasa yang mengancam peradaban manusia. Film ini kembali menghidupkan isu ikan hiu yang diadaptasi dari sebuah novel karya Steve Alten yang berjudul sama, setelah pada tahun 1975 ada sebuah film yang berjudul Jaw karya Steven Spielberg.

Kisah ini berfokus pada impian manusia untuk mengekspolarsi dunia bawah laut yang belum pernah dijelajahi sebelumnya. Sayangnya, upaya tersebut tak berjalan mulus setelah mereka tau akan keberadaan hewan purba yang selama ini berenang bebas di lautan dalam setelah dianggap punah.
Megalodon, Meg yang menjadi panggilan "manis" untuk hewan purba ini yang menjadi tersangka utama film ini. Hewan ini memberikan semacam terapi khusus terhadap Jonas Tylor yang diperankan oleh Jason Statham, Suyin yang di perankan oleh Li Bingbing, dan seluruh umat manusia.


Dikisahkan bahwa Jonas Tylor adalah seorang penyelam berpelangaman yang memiliki catatan kelam karena meninggalkan seorang krunya mati di dasar laut. Lima tahun kemudian, Minway Zhang yang diperankan oleh Winston Chao dan mantan rekan sekerja Jonas, Mac yang diperankan oleh Cliff Curtis dan Zhang Oceanic yang memiliki fasilitas riset bawah laut, Mana One, meminta Jonas agar membantu mereka setelah sebuah kapal selam yang membawa tiga kru mereka, termasuk Lori, mantan istri Jonas, diserang makhluk tidak dikenal setelah menembus lapisan udara tipis di palung sedaka 11.000 meter. Jonas yang awalnya enggan menerima kemudian sepakat untuk berkerja sama mengerjakan misi itu.

Sebelum membahas film ini lebih lanjut, bisa dibilang film ini sangat menghibur. Bisa dibilang The Meg adalah kombinasi unik antara tema monster, adegan aksi yang memicu adrenalin, teror yang mencekam, serta humor disetiap adegannya. Dari awal, film ini sudah menawarkan ketegangan bagi para penontonnya. Sutradaranya, Jon Turteltaub benar-benar total memberikan teror bagi penontonnya sepanjang 113 menit film ini diputarkan, Megalodon yang menjadi tersangka utamanya tidak langsung dimunculkan sedari awal, sehingga penonton dibuat penasaran.

Untuk film dengan biaya produksi 150 juta dollar USA ini, secara visual The Meg berhasil mencapai ekspektasi. Semuanya ditampilkan dengan rapih, walaupun jika diperhatikan dengan benar ada beberapa efek komputer yang terlihat, tapi mungkin akan tidak begitu diperhatikan karena kesatuan ceritanya lebih menarik. The Meg sukses mengkombinasi horor dan humor menjadi kesatuan yang satu padu. Beberapa aksi sekaligus humor berhasil membuat decak kagum penonton yang tertawa lepas. Walaupun bagi kalian yang tidak mempunyai selera humor yang tinggi akan merasa aneh karena ada beberapa bagian dari film ini yang kesannya humornya dibuat-buat dan dipaksakan.

Ada satu hal yang membuat film ini terasa menghibur, ketidaklogisannya. Bahkan bisa dikatakan levelnya tidak ada batasan. Meski terasa mengada-ngada tapi itulah yang membuat epik karena anda akan merasa geregetan sendiri menontonnya. The Meg seakan tidak mempedulikan logika anda sebagai manusia cerdas. Ada cukup banyak adegan yang terjadi begitu saja dan akan membuat anda geleng-geleng kepala dan bingbing kenapa hal itu bisa terjadi.
Anda bisa ambil logika dasar dari tema film ini, semua karakter di film itu tau keberadaan hiu purba itu didasar bawah laut, tapi seakan tidak memperdulikan keberadaannya dan justru masuk ke "sarangnya". Saat Jonas meluncur ke dalam lautan saat tau ada orang yang sudah turun duluan ke dasar laut untuk bertemu dengan Meg, Suyin. Yang sayangnya saat berhasil diselamatkan, ternyata mereka membuka portal untuk hewan ini naik ke permukaan. Pertanyaannya adalah kenapa tidak mengandalkan robot seperti apa yang dilakukan oleh ilmuwan di dunia nyata?

Ada juga yang cukup epik, saat satu karakter menyatakan dengan jelas kalau semua orang harus menjauh dari laut untuk menghindari serangan Meg. Tapi tidak lama setelahnya, "Persetan dengan semuanya, ayo kita pergi ke laut" hah?
Harusnya, dan bahkan sudah pasti mereka tau kalau lawan mereka adalah hewan purba raksasa dari zaman purba yang ganas. Megalodon juga digambarkan sebagai hewan ganas yang sangat haus darah dan sangat sensitif dengan pergerakan apapun. Tapi, Jonas tanpa ragu berenang mendekatinya dan menancapkan alat pendeteksi.

Lucunya adalah sang sutradara Jon Turteltaub seakan tidak mampu menggambarkan situasi mencekam di beberapa adegan yang sebenarnya berpotensi untuk menjadi sajian horor yang epik. Seharusnya, para karakter di film ini merasakan ketegangan dan sangat takut saat berada di lautan setelah kapal mereka hancur, karena ada seekor ikan hiu raksasa dan ganas yang siap menelan bulat-bulat. Namun, pada saat mereka di lautan terlihat sangat tenang dan rileks saja. Saya yang menonton saja tegangnya setengah mati.

Ada bagian yang sebenarnya abu-abu menurut saya pada penokohan Morris yang menjadi orang kaya yang sangat serakah, karena setengah-setengah, dia bos tapi dibilang jahat sekali juga tidak, licik juga tidak, baik sekali juga tidak. Begitu juga dengan Shuyi, semua keputusan yang dibuat olehnya terkadang membuat saya geleng-geleng kepala, tapi bisa dibilang kehadirannya di film ini berhasil mengimbangi Jonas, si pemeran utama.

Secara keseluruhan, film The Meg memang penuh dengan klise. Entah itu disengaja atau tidak. Ada beberapa adegan yang kelewatan batasan klisenya yang mengundang tawa pecah penonton. Inilah yang membuat The Meg begitu menghibur. Ditambah dengan aksi Jason Statham yang membuktikan dirinya sendiri bahwa dia adalah orang yang tepat untuk mangisi posisi jagoan pada film ini.


Kalau anda nonton film ini, sangat disarankan untuk membuang jauh-jauh logika anda. Sebab semakin anda menghiraukan semua hal rasional yang ada di kepala anda, maka semakin luar biasa film ini di mata anda.
Dan yah, film ini masih ada drama-drama percintaannya yang diselipkan sedikit-sedikit.
Jika anda adalah orang yang senang dengan film-film tentang makhluk atau monster aneh-aneh, film The Meg patut masuk di dalam list anda. Tapi film ini cukup menghibur.

The Meg. Jon Turteltaub well done.

Minggu, 25 November 2018

[Semacam Review Film] : #5 Kung Fu Panda 3

Sometimes we do the wrong things, for the right reasons - Mr. Ping
Dreamworks Animation sebagai penggarap film ini patut diacungi jempol karena berhasil membuat film animasi yang menjadi unggulan Hollywood dalam perfilman animasi. Kung Fu Panda termasuk dalam franchies milik Dreamworks yang sukses, setelah sequel sebelumnya Kung Fu Panda 2 di tahun 2011 yang masih meneruskan kesuksesan dari film pertamanya Kung Fu Panda pada tahun 2008 dan mendapat sambutan positif dari kalangan masyarakat untuk kedua film ini maka sangatlah pantas untuk mereka masuk nominasi Best Animated Feature Film di Piala Oscar. Dan tentu saja bagi Dreamworks, kesuksesan ini patut diulang lagi dengan membuat sequel lanjutan.

Namun, rasanya terlalu dini jika keburu menganggap kalau film Kung Fu Panda 3 ini hanyalah sebuah usaha untuk mengeruk kantong konsumen, terutama orang tua yang akan meneruti keinginan anaknya untuk pergi menonton film ini dan membeli marchendise mereka. Karena kalau di perhatikan, creator film ini berhasil memanfaattkan potensi dari cerita dan karakternya, yang memang sangat pantas untuk dilanjutkan ke film ketiga. Potensi utamanya adalah Po, si panda yang jago makan dan belakangan ini menjadi jago kung fu.

Kebanyakan orang sebelum akan menonton film tersebut akan menonton trailernya terlebih dahulu, dan di trailer film Kung Fu Panda 3 ini di ceritakan tentang perempuan Po dengan ayahnya. Pertemuan kedua karakter ini sangatlah menarik dan membuat cerita yang baru, dan kemudian akan menjelaskan darimana sebenarnya asal Po dan jati dirinya yang sesungguhnya.

Bila diingat kembali, masalah identitas adalah sebenarnya yang menjadi benang merah sejak pertama kali film ini di rilis. Namun kemudian oleh Dreamworks digali secara bertahap.
Di dua film sequel sebelumnya di kisahkan kalau ayah Po adalah seekor angsa yang bekerja sebagai seorang pedagang, Mr. Ping. Seakan menjadi lelucon tersembunyi, apalagi ditambah dengan Po merasa bahwa itu normal-normal saja.

Pada sequel Kung Fu Panda yang pertama kali dirilis tahun 2008 menceritakan tentang dunia persilatan Tiongkok Kuno yang dihuni oleh para hewan berperadapan seperti manusia. Plotnya lebih diceritakan tentang pembuktian bahwa Po adalah sang Pendekar Naga, yang diramalkan akan menyelamatkan Tiongkok dari kejahatan, sekalipun ceritanya dia adalah anak Mr. Ping, seekor angsa yang berprofesi sebagai penjual mie yang tidak ada latar belakang kung fu sebelumnya. Lalu kemudian masalah identitas Po dikupas lebih mendalam pada sequel berikutnya Kung Fu Panda 2 yang dirilis tahun 2011, dan terungkap bahwa Po adalah anak angkat, dan kemudian memunculkan kemungkinan bahwa Po adalah satu-satunya panda yang tersisa di dunia ini. Kung Fu Panda 3 bisa dikatakan sebagai puncaknya dari perjalanan Po mancari jati dirinya dan kebenaran identitasnya.

Yang namanya Kung Fu Panda, sejak sequel pertamanya di luncurkan, unsur komedi tentu selalu jadi prioritas. Keluguan Po selalu membuat penontonnya tidak henti-henti tertawa. Dan kemudian Kung Fu Panda 3 ada dua ekor panda yang berhasil mengocok perut, humor yang dihadirkan juga jauh dari kata membosankan. Bukan hanya pada dialog intermezonya, tapi pada saat scene pertarungan juga diselipkan unsur komedi yang sangat sangatlah lucu. Penonton benar-benar bisa menikmati setiap humor yang sama sekali tidak mengandung unsur 'dewasa'.

Diceritkan di Kung Fu Panda 3 ditugaskan oleh gurunya, Shifu, untuk mengajarkan kung fu di perguruan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan ilmunya, sebuah hal yang kemudian dikerjakan oleh Po dan membuatnya kewalahan karena ia masih belum melepaskan sifat kekanak-kanakannya.


Sementara itu, Po kedatangan tamu bernama Li yang adalah seekor panda yang sebenarnya adalah ayah kandungnya, pertemuan mereka pun bisa dikatakan lucu, karena selama ini tidak pernah ada yang mengalahkan Po dalam hal menghabiskan makanan, dan kemudian pertemuan mereka ada unsur komedi garing-garingnya. Li datang dengan sebuah misi untuk mencari anaknya dan berniat untuk mengembalikannya ke kampung panda, di sebuah desa yang tersembunyi.

Di saat bersamaan, datanglah Kai, seorang pendekar yak, yang dibangkitkan dari dunia arwah yang hendak mencari kesaktian para pendekar lainnya, termasuk mencari milik pendekar naga. Kehadiran Kai kemudian menjadi penggerak plot film ini, sehingga unsur pertarungannya yang menjadi ciri khas film ini tetap terjaga, dan juga meningkatkan nilai hiburnya dari unsur komedi.
Hanya saja kehadiran Kai disini, hanya boleh sampai disitu, ia kalah saing dengan inti dari cerita ini, pencarian identitas diri Po, sang pendekar naga. Mungkin sangat disayangkan karena di Kung Fu Panda 3 ini bagian pertarungan yang menjadi unsur terpenting dalam dunia kung fu menjadi berkurang tapi bisa dimaafkan dengan plot ceritanya yang bagus.

Kai yang kembali dari dunia arwah membuat Po harus membuktikan bahwa dirinya pantas dijadikan sebagai pendekar naga, ia pun pergi bersama Li, ayahnya, ke desa panda, menemukan rumahnya dan belajar lebih dalam lagi tentang kung fu. Karena untuk melawan Kai master Oogway tidak mengajarkannya dan yang bisa dia temukan adalah kembali ke desa panda.
Kisah Po di Kung Fu Panda 3 ini sebagai sebuah pembuktian dari Po, dan bagaimana ia harus bertanggung jawab untuk melindungi tempatnya dilahirkan dan harus arif dan bijaksana memilih antara ayah kandungnya atau ayah angkatnya. Tema yang diangkat dalam Kung Fu Panda 3 ini mungkin lebih emosional dari sequel lainnya.

Terlepas dari itu, Kung Fu Panda 3 tetaplah sebuah film yang pantas untuk disandingkan dengan kedua sequel sebelumnya, terutama dari nilai hiburannya yang memumpuni. Tampilan gambar dan animasi yang indah yang disokong dengan tata suara dan tata musik yang apik membuat film ini begitu nikmat di tonton oleh semua kalangan usia. Karakter-karakter lamanya yang masih loveable, sementara karakter-karakter barunya yang cukup diakrabi membuat film ini memberikan unsur kekeluargaan dan menghargai perbedaan yang manis. Masih memiliki nilai-nilai inspiratif seperti kedua sequelnya membuat film yang jelas-jelas menawarkan unsur komedi ini tidak cuma sambil lalu tanpa makna.

Lagipula, apa yang lebih menggemaskan dari melihat puluhan panda yang gemuk gemuk dengan muka bodoh mereka, dan kebiasaan mereka yang sering mengguling-gulingkan badan?
Tolong jika mereka sudah banyak dan tidak lagi dilindungi serta bisa dipelihara dengan bebas, beri tahu saya. Saya ingin memiliki satu dari mereka.



Kung Fu Panda 3. Jennifer Yuh Nelson & Allesandro Carloni, Dreamworks Animation well done.

Sabtu, 24 November 2018

[Semacam Review Film] : #4 Nappily Ever After

Well, film produksi Netflix ini mungkin harus masuk di dalam list nonton kalian semua. Saya yang sedang gabut di weekend ini menontonnya kembali karena film ini sarat akan sebuah makna. Iya, saya menontonnya untuk kedua kali. Dan memang benar film ini mempunyai pesan yang sangat mendalam dan sangat sesuai dengan keadaan orang-orang yang hidup di zaman sekarang. Zaman dimana kecantikan luar yang paling di perhatikan dan seseorang mungkin terkadang tidak akan menjadi dirinya sendiri, karena penilaian orang kepadanya harus yang baik baik terus. Itulah kenyataan yang terjadi sekarang ini.

Dengan scrip yang menyegarkan dan lebih bermain ke sedikit permainan emosi tapi tidak melepaskan unsur sensualnya sebagai jati diri dari film Hollywood mungkin film ini bisa dibilang menarik. Tapi, jangan berpikir kalau unsur sensual yang mereka tawarkan akan membuat anda terus berimajinasi, karena sebenarnya semuanya dibuat tidak berlebihan.

Platform digital terbaru, film yang menyenangkan dengan tema pemberdayaan wanita yang menjadi main issuesnya. Dengan genre romance-comedy, film ini sangatlah membuat anda terhanyut dengan ceritanya dan tidak akan melirik jam berapa sekarang.
Setelah Netflix berhasil membuat film yang hampir semua remaja di dunia ini tersihir dengan kisah cinta Lara Jane dan Peter Kavinski di To All the Boys I've Loved dan kemudian keberhasilan lainnya yang dibuat oleh Noah Cantineo di film Sierra Burgess is a Loser sebagai Jamey, yang juga menawarkan jalan cerita dengan tema yang hampir sama menurut saya, tentang bagaimana jiwa-jiwa wanita begitu dikaitkan dengan penampilan dan betapa seorang wanita itu mampu membebaskannya ketika ia berani melepaskan begitu banyak stigma tentang perempuan itu harus cantik, rambut lurus, putih, berbadan ramping dan masalah gender. Nappily Ever After pun bercerita tentang hal yang sama.


Film yang diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Trisha R. Thomas, Nappily Ever After yang dibintangi oleh Sanaa Lathan sebagai Violet yang menjalani kehidupannya bertahun-tahun dengan ketakutan ibunya Paulette yang dibintangi oleh Lynn Whitfield. Ketakutan yang dibangun oleh ibunya yang akhirnya mengurung Violet dalam sebuah situasi dimana kalau mau diterima sebagai seorang yang berkulit hitam di masyarakat luas harus benar-benar menjadi seperti mereka dengan cara apa pun.


Hampir 30 tahun Violet yang ditata rapi oleh ibunya untuk memperlakukan rambutnya seperti baju besi. Dia pun meluncur ke dunia dengan keyakinan yang salah, sosoknya yang dibentuk menjadi sangat indah dan menawan membuatnya meraih banyak sekali kesuksesan, berbagai kesuksesan di raihnya, dari masalah karir sampai masalah percintaannya dengan seorang dokter yang bernama Clint yang diperankan oleh Ricky Whittle.
Selama mereka tinggal serumah, Violet sangat menjaga mannernya dan bahkan Clint yang adalah kekasihnya pun tidak boleh memegang rambutnya bahkan ketika mereka bercumbu. Sesuatu yang dirasakan aneh pada awalnya oleh Clint yang kemudian karena cinta dia merasakan kalau ini adalah hal yang biasa. Sampai suatu hari saat ulang tahun Violet, yang diharapkan Violet adalah ia akan di lamar oleh Clint tapi kenyataannya adalah ia di beri sebuah puppy dan Clint mengatakan kalau kehidupannya bersama dengan Violet sama seperti kencan pertama mereka dua tahun yang lalu. Yang kemudian memunculkan konflik diantara mereka, dan mereka putus.


Terkadang bagi seorang wanita perkataan yang keluar dari mulut seorang lelaki yang sangat dicintai olehnya adalah semacam motivasi atau mungkin ia akan menjadi pisau yang ditancapkan di dada. Yang dirasakan oleh Violet adalah perkataan mantan pacarnya itu adalah pisau yang ditancapkan di dada, yang kemudian berefek ke keseharian bahkan sampai ke kesehatan mental Violet.
Dia memulai lagi sebuah perjalanan baru dengan rambutnya yang dia buat semata untuk menutupi dirinya yang begitu rapuh. Mungkin semacam sebuah kemarahan. Dari rambut yang alami miliknya hingga rambut yang runcing, lalu kemudian pirang. Wanita kalau sudah masalah perasaan dan percintaan terkadang dia menjadi sangat rapuh.

Film ini menulusuri hubungan yang tidak jelas dan mungkin juga tidak adil milik sang protagonist dan bagaimana rambut "palsu"nya membuatnya menjadi begitu bersinar walaupun redup. Setelah mencoba untuk menjadi pirang dan mempermalukan dirinya karena keluar mabuk-mabukan bersama teman-temannya, Violet yang masih dibawah pengaruh alkohol kemudian menghampiri Clint di rumah sakit tempatnya bekerja dan kemudian menemukan Clint yang tengah bermesraan dengan kerabatnya, sesama pekerja kesehatan. Violet yang malang, pulang dan mendapati dirinya di depan kaca, ia membuat sebuah keputusan untuk mencukur habis semua rambutnya, adegan ini mungkin begitu menyentuh. Dimana seorang perempuan begitu larut dalam kesedihan karena merasa dirinya dicampakan saat ia baru mau memulai untuk memperbaiki hubungan mereka. Dan akhirnya malam itu dia terlepas dari Patriarchal Stockholm Syndorme miliknya. Pemandangan yang indah, berkataris, dan terlalu relatable.



Beberapa mungkin akan berpikir bahwa ini adalah moment makeover yang lucu atau memberontak, sebuah gerakan yang dibuat karena tekanan sosial atau kebutuhan, tapi disini akhirnya Violet membuat pilihannya sendiri, benar-benar sendiri. Dia dulu begitu sibuk memproyeksikan facsmile dirinya untuk diperhitungkan oleh dunia namun dia bahkan tidak tau dia yang sebenarnya adalah siapa. Violet begitu mencolok dengan perubahan barunya.

Violet pun akhirnya membangun sebuah hubungan yang cukup kuat dengan seorang penata rambut bernama Will yang diperankan oleh Lyriq Bent dan putrinya Zoe yang diperankan oleh Daria Johns, yang kemudian membantu Violet menemukan keberanian untuk berdiri di depan semua orang dan menjadi dirinya sendiri, termasuk berdiri di hadapan ibunya yang mirip Sonderkommando. Namun, film ini tidak berakhir sampai disini. Tidak berakhir seperti yang saya pikirkan. Haafiaa Al-Mansour akan membawa kalian ke moment demi moment dimana Violet menemukan kehangatan dan kenyamanannya dan mencoba untuk berani keluar dari zona nyamannya, yang kemudian mengarah ke klimaks yang membawa ibunya kedalam sebuah kerelaan hati untuk membebaskan anaknya dari pemenjaraan psikologisnya selama ini, dan membiarkannya menjadi dirinya sendiri.

" I am used to looking at myself in the mirror all the time and now I never do " Violet berkata kepada teman-temannya saat melihat kondisi rambutnya sekarang.
"It's only when I catch somebody's reaction that it all comes back" Ini adalah sebuah statement yang sangat kuat dan penuh arti, walaupun sejujurnya saya tidak begitu setuju tentang menjadi botak dan sia-sia baru kemudian sadar. Tapi setiap orang punya cerita yang sudah ditulis dan ia akan menuliskannya kembali berbeda-beda.

Perkara menjadi diri sendiri adalah penting, caranya bagaimana seseorang itu menemukan hal itu pasti berbeda-beda. Tapi coba bayangkan bagaimana indahnya dan betapa nyamannya saat kita bisa menerima dan menyayangi diri kita sendiri, tanpa peduli dengan apa yang akan terjadi dan apa kata orang tentang kita. Sekarang ini banyak sekali orang yang sangat menjadi hamba sosial, dalam arti kata saat mereka memberikan saya pujian itu menjadi kepuasan tersendiri bagi saya, maka yang akan saya lakukan adalah membuat mereka terus memuji saya dan saya akan senang. Tapi bukankah seperti itu adalah salah dan membuat lelah, kita terus terusan menjadi orang lain hanya demi sebuah nama baik. Kita lupa bagaimana caranya menyenangkan diri kita sendiri.

Nappily Ever After, cerita yang sederhana dan tidak sempurna tapi memberikan warna dan kebahagiaan tersendiri, mengajarkan bagaimana harus menjadi perempuan yang sebenarnya dan bagaimana harus menjadi diri sendiri dan mencintai diri sendiri.

Nappily Ever After. Haafiaa Al-Mansour well done.

Jumat, 23 November 2018

[Semacam Review Film] : #3 Fantastic Beasts and Where to Find Them

Kalau ditanya berapa rating yang akan saya berikan untuk film yang satu ini maka yang akan saya berikan adalah 10 dari 10. Kalian akan paham sendiri jika kalian menontonnya.

Film yang dikeluarkan tahun 2016 ini masih di sutradarai oleh David Yates dan sedikit bantuan dari J. K Rowling sebagai penulis skenarionya.
Sebagai penggemar Harry Potter dan sangat merindukan di kehidupan nyata ini ada sekolah seperti Hogwarts, maka film yang merupakan spin dari Harry Potter ini berhasil menyuguhkan sebuah petualangan sihir yang luar biasa. Petualangan yang magical, seru, dan jauh melebihi ekspetasi saya ketika tadi di bandara saya menonton trailernya. Maka sebagai orang yang sangat tertinggal sekali dalam perkembangan keberadaan film yang baru baru nan keren, maka dengan ini saya mengatakan bahwa film ini sedikit bahkan mungkin sangat mengobati kami orang orang yang merindukan Harry Potter dan kehidupan di Hogwarts.

Cerita Fantastic Beast sendiri sebenarnya tidak sesimpel judulnya yang kalau di indonesikan " Dimana bisa menemukan hewan-hewan fantastis ", karena film ini adalah sebuah petualangan Newt Scamender di New York, yang kemudian menemukan seorang No-Maj (istilah orang yang tidak bisa sihir di Amerika).
Cerita ini di awali dengan ketegangan yang tengah melanda dunia sihir di tahun 1926. Penyihir hitam Gellert Grindelwald sedang menjadi buronan di seluruh dunia. Banyak kecelakaan yang terjadi di dunia No-Maj yang membuat terjadinya peperangan diantara kaum No-Maj.

Newt Scamender yang adalah seorang penyihir dan ahli zoologi, menyimpan banyak hewan ajaib di dalam koper kecilnya. Yang kemudian secara tidak sengaja tertukar dengan koper milik seorang No-Maj Jacob Kowalski, sehingga beberapa "hewan ajaib"nya terlepas dan merajalela di kota New York. Dan kebetulan pada saat itu New York sedang berada di dalam penjagaan ketat akibat kejadian mistis yang terjadi belakangan ini. Dan situasi ini semakin memanas akibat adanya kelompok anti-sihir, Second Salemers, yang memberikan kecaman.

Hal ini pun kemudian di ketahui oleh Porpentina Goldstein, mantan Auror yang bekerja untuk Macusa, semacam Ministry of Magicannya USA. Propentina pun membawa Newt untuk dilaporkan karena membuat masalah. Tapi dia tidak di gubris. Dan kemudian saat diketahui kopernya tertukar dengan No-Maj dan membuat maalah di New York akhirnya Newt harus membersihkan semua hewan-hewannya karena ia tau mereka tidak bersalah, tapi keburu Macusa menuduh Newt sebagai pembuat onar dan kemudian Newt dan Tina harus di hükum.

J. K. Rowling mengambil keputusan tepat dengan memilih Eddie Redmayane sebagai pemeran utama. Aktor pemenang Oscar ini sukses menyulap Newt sebagai tokoh utama yang natural dan loveable. Sehari-harinya Newt bertingkah sangat canggung dan nerdy, tapi kemudian berubah menjadi sangat ceria dan penyayang ketika mengurus dan bermain bersama hewan-hewannya. Mungkin Newt tidak begitu berapi-api seperti Harry Potter tapi Newt sangat tulus dan begitu passionate.



Kemudian aktor komedi, Dan Fogler yang berperan sebagai Jacob, begitu menghidupkan suasana dengan wajahnya dan tingkahnya yang kebingungan dan terus melongo ketika melihat dunia sihir. Ekspresi Jacob yang suka berteriak kaget dan tertawa lepas, berhasil mengocok perut saya. Kathrine Waterston yang berperan sebagai Tina, wanita mandiri yang berkemauan sangat kuat, seperti melihat Harmonie disitu. Tina dan Newt sangat terobsesi untuk melihat apa yang akan terjadi kedepannya tapi untungnya di film ini tidak ada unsur-unsur percintaan cheesy yang tidak perlu. Tina berpadu kontras dengan adiknya Queenie yang di perankan oleh Alison Sudol, penyihir Legilimens  yang cantik tapi centil namun tidak berlebihan.



Aktor lain yang patut juga di acungi jempol adalah Ezra Miller, sebagai anak pemimpin Second Salemers, Credence yang ducat dan suram. Meski tidak banyak berdialog tapi acting Ezra yang kaku dan lebih banyak berekspresi lewat bahasa tubuh cukup membuat berdecak kagum akan betapa hebatnya otak dan imajinasi dari penulis skenario film ini, J. K. Rowling. Pemuda yang begitu misters dan penuh dengan tekanan ini sukses dimainkan oleh Ezra.



Mungkin sedikit berbeda dengan Harry Potter, di Fantastic Beasts ini kita akan melihat banyak sekali hewan-hewan ajaib yang baru dan banyak sekali permainan sihir yang baÅŸkan belum pernah kita lihat di seri Harry Potter. Fantastic Beasts juga menawarkan cerita yang lebih kompleks dan sejujurnya endingnya tidak bisa tertebak. Dengan durasi 2 jam lebih, plot yang lebih lambat di awal, tapi di tutup dengan ending yang menarik pada setiap karakter. Dan untungnya lagi adalah film ini tidak diadaptasi dari novel sehingga saya tidak perlu membanding-bandingkan yang ada di novel dan yang ada di film, yang mungkin akan membuat saya menjadi kecewa karena imajinasi saya saat membaca novel mungkin lebih dari yang dibuatkan menjadi film.

Senang rasanya bisa kembali ke dunia ajaibnya J. K. Rowling. J. K. Rowling is a true genius. Dia membuktikan bahwa dia bisa membuat segenap penikmat film-filmnya dan cerita-ceritanya terkejut lagi dan lagi. Bodo amat semua orang mau bilang dia seperti apa, tapi dia membuktikan kualitasnya. Fantastic Beasts bukan hanya membuat semua fans terobati rindunya tapi membuka lagi cerita tentang dunia sihir di bagian yang lain.



Fantastic Beasts and Where to Find Them. Well done J. K. Rowling and David Yates.


Kamis, 22 November 2018

[Semacam Review Film] ; #2 A Star Is Born


A Star Is Born
Film yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan, soundtracknya terkadang di putar di beberapa cafe tatkala saya mengunjunginya, sekedar untuk meminum kopi. 

Pertama saya kurang terlalu tertarik menonton film ini, beberapa kali ke bioskop tapi tidak menonton film ini. Tapi yang membuat saya suka adalah lagunya, semua lagu-lagunya yang ada di film ini. Terutama I'll never love again yang dinyanyikan oleh lady gaga. Kalau bagi yang belum menonton filmnya akan berpikir seperti saya, mungkin karena ia ditinggal pergi oleh kekasihnya dan tidak pernah ingin untuk jatuh cinta kembali. Pergi disini maksud saya mungkin bersama dengan orang lain. 

Mungkin saya adalah orang yang paling terlambat menonton film ini, dan sejujurnya saya menyesal karena film ini bagus dan saya lagi-lagi merasa seperti punya sesuatu hal dengan film ini. Biasanya saya akan menonton film itu berulang kali jika dia bagus, dan saya tidak pernah bosan menontonnya lagi dan lagi. Tapi tidak dengan film ini, bagi saya pribadi film ini bagus bahkan sebagai film remake ini mungkin yang terbaik, hanya saja saya tidak mau menontonnya karena beberapa hal, mungkin karena saya punya kebiasaan untuk tidur dan membuat cerita sendiri di kepada saya, bisa dari apa saja yang saya alami atau yang membuat saya berkesan hari itu, dan beberapa dari cerita pergantar tidur saya akan ikut terbawa bersama mimpi. Dan untuk yang satu ini saya memilih untuk tidak mencobanya.

Okay
Bagi yang belum tau film A Star Is Born sendiri adalah sebuah film remake dari sebuah film yang berjudul sama yang pertama kali ditayangkan sekitar tahun 1937. Dan beberapa kali diadaptasi dengan empat film berbeda, bahkan sampai ke Bollywood di tahun 2013. Tapi film ini punya temanya sendiri; lebih dekat dengan dunia nyata sekarang. Mungkin ini yang saya tangkap.

Sebut saja La La Land di tahun 2016 atau Begin Again di tahun 2013 yang menyajikan paduan cerita musik dan cinta sebagai penyalurnya, film A Star Is Born punya cerita yang sama. Film ini memberikan sebuah taste cerita tentang seorang penyanyi country terkenal dengan kekasihnya seorang penyanyi yang berbakat yang membuatnya terpesona pada pandangan pertama. Film ini memiliki beberapa lagu yang dibuat sendiri oleh Bradley Cooper dan Lady Gaga, yang menjadi pemeran utama di film ini.



Film ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Ally yang diperankan oleh Lady Gaga, yang memiliki bakat dalam bermusik dan seorang song writer yang tidak pernah dilihat oleh industri musik tapi kemudian ditemukan oleh Jackson Maine yang diperankan oleh Bradley Cooper saat dia mendatangi sebuah bar di pinggiran kota, yang ternyata adalah bar untuk para waria, dia dibuat terpukau oleh penampilan Ally yang menyanyikan lagu berbahasa Prancis, La Vie in Rose. Dan begitulah, cinta selalu dimulai dari mata turun ke hati.

Jackson Maine seorang musisi ternama yang berjuang melawan depresinya, mencoba menghentikan semua ketergantungannya terhadap obat-obatan dan alkohol dan mempunyai masalah dengan pendengarannya, seperti menemukan sebagian dari jiwanya yang hilang perlahan di temukan dengan Ally yang berada di depannya, berdiri dan bernyanyi untuknya. Dia menemukan semangatnya dan kenapa ia harus bertahan untuk hidup. Rasanya Jack tidak akan pernah menyesal malam itu mendatangi bar dan bertemu dengan Ally, masa depannya. Masa depan yang bisa menjadi harapannya melantunkan candu menjadi sebuah nada-nada yang penuh cinta dan semangat. Dia bertemu dengan Ally yang berbakat tapi terlalu ragu untuk menunjukannya, Ally lebih memilih untuk menyimpannya untuk diri sendiri, sesekali ia hanya mengadu pada lirik dan nada-nada di kepalanya. Bahwa bersama Ally ia bisa berubah menjadi lebih baik dari sekarang.

Awal cerita ini dimulai dengan hati-hati, dari Jackson Maine bernyanyi di depan ratusan ribu penonton yang dengan setia akan datang di setiap kali manggungnya, hingga pertemuannya dengan Ally yang dimulai dengan hati-hati. Dan setelah itu, ia mengalir begitu saja, mengabadikan perjalanan hidup dan kasah cinta Jack dan Ally. Walaupun kisah mereka tidak dikisahkan secara tajam, tapi perlahan kamu akan dibuat hanyut oleh kisah Jack dan Ally. Mulai dari petemuan di ruang ganti, lalu balutan es di tangan Ally, hingga ciuman pertama Jack yang mendarat di bibir Ally. 

Bradley Cooper memainkan perannya dengan sangat sangat piawai. Ia mampu mengadaptasi kisah seorang musisi yang galau di masa kekinian. Ia mungkin bukan musisi sejati, tapi perannya di film ini layak untuk diacungi jempol. Ia menggambarkan dengan baik bagaimana kehidupan seorang musisi sehingga pesannya dapat. Musisi yang rambutnya gondrong, punya banyak fans, berparas tampan, kecanduan alkohol dan obat-obatan, hingga takut untuk kehilangan cinta sejati. Lalu kemudian, depresi. Sesuatu yang hampir terabaikan dari film ini jika seseorang terlalu terbuai oleh bagusnya alur cerita dan plot-plotnya. Sesuatu hal yang sangat vital di dalam kehidupan, dari dulu sampai sekarang. Kehilangan seorang ayah yang menjadi idolanya menjadi sebuah issue yang membuat kenapa si tokoh Jack ini begitu kecanduan dan semakin membuat dirinya rusak. Dan saat dia menemukan Ally, dia seperti mendapatkan sebuah pertolongan untuk keluar.



A Star Is Born adalah sebuah drama perjalanan. Bukan hanya bagaimana menjadi seorang bintang, tapi bagaimana naik dan turunnya kehidupan seorang bintang. 
Jangan disamakan dengan semua FTV yang pernah anda tonton, perjalanan kisah cinta Ally dan Jack penuh dengan lika-liku dan emosi yang sangat mendalam. Efek yang dihasilkan akan membuat penonton terdecak kagum nan haru, betapa Jack sangat tulus menolong Ally untuk mengembangkan karir musiknya. Di lain pihak, Ally akan membius kalian dengan pengorbanan yang dia lakukan untuk membantu Jack sembuh dari semua kecanduan dan depresinya, termasuk masalah pendengarannya. Mereka saling melengkapi.



Tidak cuma masalah visual yang dihadirkan oleh Cooper sebagai sutradara film ini, tapi telinga kalian juga ikut dimanjakan. Beberapa lagu baru dibuat oleh Lady Gaga dan Bradley Cooper untuk film ini yang berhasil menyihir jutaan umat manusia di bumi ini, salah satunya I'll never love again, Isn't alright?, Shallow dan banyak lagi. Mereka benar-benar bernyanyi, tidak lypsinc Cooper pun kabarnya sampai berlatih vocal untuk mendapatkan hasil yang bagus untuk film ini. Benar-benar totalitas tanpa batas. 
Fyi, Lagu Shallow sampai saat ini, hari ini saya menulis ini masih menduduki puncak tangga lagu di iTunes.

Hidup adalah nada-nada, dari satu nada ke nada yang lain pasti berbeda-beda, namun sebuah harmonisasi nada tetaplah harus dijaga, agar yang mendengarkan tidak teralih begitu saja. Kira-kira begitu yang saya tangkap. Seorang Jackson Maine, sang rockstar, yang terbiasa dengan tepuk tangan dan sorak-sorak wanita kemudian mendapatkan cemooh ketika diketahui dia adalah seorang pecandu alkohol dan obat-obatan. Sampai pada akhirnya, sang rockstar pun menyadari kalau ia harus benar-benar berhenti untuk satu alasan, Ally, cintanya. Nada lainnya pun dibentuk oleh Ally, yang perlahan meniti karir musiknya, dengan jalan yang sebenarnya ia tidak sukai. Di lirik oleh seorang manager yang kemudian membuat namanya meroket tak lantas membuat Ally lupa kepada tanah, ia selalu tau dimana pun ia berada disitu karena Jack, suaminya. 
Berbeda pendapat dengan managernya, berbenturan dengan budaya musik yang kekinian adalah Ally dalam memainkan nada-nadanya. Sampai melahirkan sebuah lirik yang menjadi bagian paling menyakitkan, menurut saya. 
Saat Jack menyadari, kalau selama Ally bersamanya, ia tidak akan bahagia, yang Jack lakukan kepada Ally adalah akan membuatnya terus berada disitu dan tidak pernah akan naik atau turun. Lalu kemudian, entah karena ia terlalu cinta atau menyerah, ia mengakhiri hidupnya untuk melihat yang dicintainya bahagia. Bahagia bersamanya dalam dunia yang berbeda. 
Lirik lagu yang ditulis oleh Jackson Maine untuk Ally kemudian dinyanyikan Ally untuk suaminya di penghormatan terakhir untuk Jackson Maine.

Don't wanna give my heart away
to another stranger 
Don't let another day begin 
won't let the sunlight in
oh, I'll never love again


Petikan nada dan lirik yang menyentuh, menggambarkan sebuah perpisahan yang sangat pilu. Saat cinta sedang diperjuangkan dan kemudian menyerah bukan karena kalah tapi karena mengalah untuk kebahagiaan yang dicinta. Terkadang cinta memang egois tapi tidak selamanya harus berpusat pada cinta, terkadang perlu berpikir sedikit jernih untuk melepasnya pergi untuk terbang bebas dan menemukan kebahagiaan. Tapi terkadang mereka yang pergi tidak pernah tau betapa sakitnya kita yang ditinggalkan.
Lirik lagu ini kemudian terus berputar di dalam kepala saya selama beberapa hari, dan ketakutan saya kembali muncul, saat mungkin saja saya akan ada disituasi yang sama, akan jadi seperti apa saya? sebaiknya jangan diteruskan. Cukup lirik lagu ini menggambarkan candu, cinta dan nada-nada di setiap perjalanan kisah Jack dan Ally.

Dan film ini pantas untuk masuk ke nominasi Oscar.

A Star Is Born. Candu, cinta dan curhatan nada-nada.
Bradley Cooper. Well done.

Rabu, 21 November 2018

[Semacam Review Film] : #1 The Notebook

So it's not gonna be easy.
It's going to be really hard;
we're gonna have to work at this everyday, but I want to do that
because I want you. I want all of you.
Forever. You and me ... Everyday
Memulai 30 hari menonton film dengan sebuah film kisah cinta dari hollywood

The Notebook.
Sebuah cerita manis dari Seabrook, South California. Tentang jatuh cinta pada pandangan pertama. Bertemu di sebuah pasar malam, di sebuah musim panas, cerita ini dimulai.

Noah dan Allie. 
Allie Hamilton, seorang remaja perempuan, yang berasal dari keluarga kaya, yang datang ke Seabrook untuk menghabiskan liburan musim panasnya dengan keluarganya. Disuatu malam, ia keluar bersama teman-temannya ke sebuah tempat semacam pasar malam, dan saat ia tertawa, ternyata ada sepasang mata yang menangkap tawa manisnya, ialah mata milik Noah Calhoun. Betapa ia dibuat jatuh cinta hanya dalam semalam. 
Noah Calhoun, pria desa yang bekerja di sebuah pabrik kayu, sederhana, berlatarbelakang biasa saja, tapi dia cerdas dan puitis.

Beberapa kali ia mencoba untuk mengajak Allie keluar dan berkencan dengannya, dan beberapa kali pun di tolak. Tapi perkara cinta, semua hal bisa saja dilakukan dan bermodalkan nekat, terkadang semesta mendengarkan. Ia datang dengan banyak sekali keajaiban, termasuk malam itu Allie bersedia untuk pulang bersama Noah sehabis menonton. 
Mereka menikmati semua hal malam itu, berdansa dijalanan dengan lagu yang dibuat dengan suara dari mulut mereka, tiduran di jalanan dan melihat traffic light bergantian.



Nicholas Sparks, penulis novel dari film ini dan beberapa film terbaik lainnya yang dua bulan lalu saya nonton kembali, sebut saja massage in the bottle. Entah bagaimana dia menuliskan semuanya tapi semuanya selalu mengesankan. Tanpa terkecuali. Terkadang saya akan lupa waktu dan mengunci diri di dalam kamar dan membawa banyak sekali makanan hanya untuk menonton filmnya, dan akan mengulangnya berkali-kali. 

Film The Notebook adalah sebuah film yang membawa Alzhaimer sebagai main issuesnya, dan entah bagaimana hampir semua film atau novel yang saya nonton dan baca selalu akan meninggalkan bekas yang mendalam. Dan selalu akan berakhir termenung dan membayangkan saya yang ada di dalam cerita itu. 

The Notebook dikisahkan oleh Noah tua kepada istrinya Allie, yang menderita Alzhaimer sebagai usahanya untuk mengembalikan Allienya, walaupun hanya dalam waktu lima menit. Semua kisah mereka, dari awal mereka bertemu dan banyak sekali mereka melewatkan hari hari dalam penantian. Memakai settingan tahun 40an. Film ini benar-benar menarik perhatian. Hollywood selalu tau bagaimana caranya memikat hati.

Kisah cinta Allie dan Noah tentu saja terhalang oleh keluarga Allie. Betapapun mereka saling mencintai, mereka harus berakhir, dengan terpaksa. Liburan Allie di Seabrook telah usai. Dan mereka tidak pernah bertemu lagi setelah pertengkaran mereka di depan rumah Allie. Tapi Allie tetap hidup di dalam dunia Noah, begitu juga sebaliknya. Di tahun pertama mereka berpisah, Noah terus mengirimkan surat kapada Allie, hampir setiap hari, bukan hampir tapi benar-benar setiap hari. Dan di hari terakhir, di hari ke 365 Noah menulis surat kapada Allie, dia menuliskan surat perpisahan. Semua suratnya tidak pernah dibaca oleh Allie, semuanya disimpan oleh mamanya. Seandainya tidak pernah disimpan oleh mamanya, ia mungkin tidak pernah akan kepincut oleh kecharmingan Lon Hammonds. Surat itu baru diberikan oleh mamanya saat Allie memilih untuk kembali ke Seabrook, beberapa hari sebelum pernikahannya. Ia melihat Noah di koran bersama rumah dibelakangnya yang pernah menjadi impiannya, dan Noah berjanji untuk membuatkan rumah kepada Allie dengan cat warna putih, jendela yang besar dan satu ruangan untuk Allie melukis yang menghadap ke sungai di samping rumah itu. 
Saat ia kembali kepada Noah, ia menemukan banyak sekali yang sudah berubah dari Noah tapi hatinya tetap sama, milik Allie.

Noah pernah masuk militer, saat Amerika sedang kacau-kacaunya. Fin, teman baiknya, tewas di medan perang. Keberuntungan untuk Noah karena ia tidak tewas di medan perang, Noah kembali ke Seabrook. Mendapati ayahnya yang duduk di depan rumah, menunggunya. Kabar lainnya yang didapatkan Noah adalah rumahnya sudah dijual oleh ayahnya, untuk membeli rumah impian Noah. Sebuah rumah tua yang dulu menjadi tempat sangat sangat penting untuk dikenang olehnya dan Allie. Silahkan berpikir sendiri, apa maksud kalimat saya. Terkadang begitulah orang tua, demi kebahagiaan anaknya, ia akan melakukan apa saja, termasuk menjual satu-satunya harta yang mereka miliki. Tapi sejujurnya, harta yang paling berharga untuk mereka adalah anaknya, dan kebahagiaan anaknya adalah tujuan terbesar dalam hidup orang tua. Dan kemudian, rumah itu pun dibeli dan dibuat lebih bagus lagi, belum juga selesai, dan bahkan belum sempat dinikmati, ayah Noah meninggal. Membuatnya menjadi lebih uring-uringan, minum minuman keras hampir setiap hari dan saat rumah itu selesai, ia menjualnya tapi kemudian setiap pembeli yang datang kepadanya, ia menolak untuk menjualnya dengan sangat banyak alasan. 

Suatu hari yang baik, Noah pergi ke Charleston, hendak mengurus izin pembangunan rumahnya dan kemudian ia melihat Allie bermesraan dengan Lon. Keputusasaannya datang dan entah sampai kapan ia akan terus berlarut dengan perasaan ini.
Sesuatu lewat di kepalanya, dan ia menyadari sesuatu hal, semacam sebuah keyakinan, saat ia membangun rumah itu sama seperti yang Allie mau, itu mungkin adalah satu dari sekian cara membuat Allie kembali kepadanya. 

Dan semesta selalu bekerja kepada ketulusan cinta yang terus disemai dengan kasih sayang. Penantian akan selalu berbuah hasil. Allie kembali ke Seabrook, disebuah pagi yang membangunkan Noah. Semacam melihat keajaiban, Noah terpaku dan diam. Melihat dari kejauhan. 
Dan terjadi selama beberapa hari.
Mungkin ini klimax atau mungkin ini bagian terbaik dari film ini. 
Saat disuatu pagi, Noah dan Allie berada di sungai diatas sebuah perahu, diantara angsa-angsa. Benar-benar penuh dengan Angsa.
Ada satu bagian dimana Allie bertanya kepada Noah 
"What are they doing here?"
"I don't know, they supposed migrate to Guatemala"
"They didn't stay here?"
"No, they'll go back where they come from"
Mungkin ini bagian sarkas. Entah maksudnya Allie akan kembali kepada orangtuanya atau kembali kepada Noah.


Dan Hujan pun turun. Mungkin hujan selalu punya cerita romantis tersendiri atau memang hujan selalu romantis, karena di film ini disinilah bagian romantisnya. Saat hujan dan kemudian mereka kembali meruntuhkan semuanya, kembali berlari dan memeluk. Dan menurut kabarnya, cipokan mereka di adegan ini adalah 10 cipokan terbaik. Baiklah, terkadang aneh. Dan hujan selalu punya cerita romantis.

Kalau ditanya di bagian mana dialog yang begitu menyentuh menurut saya, semua dialog mereka adalah menyentuh tapi ada satu bagian yang begitu menyentuh saya. Saat dimana Noah dan Allie bertengkar untuk kedua kalinya, sesaat setelah Allie menemukan Noah kembali. Saat hari-hari mereka begitu indah dilewati dan Allie harus pergi, Allie yang pagi itu dijemput oleh mamanya dirumah Noah, untuk mengabari kalau Lon sedang dalam perjalanan ke Seabrook. Dan di pagi itu juga, mamanya Allie membeberkan sesuatu hal yang menjadi rahasianya, sesuatu yang ia simpan dimasa mudanya. Sekembalinya mereka, Allie kembali dilema dan tidak tau harus menentukan mana yang benar-benar ia inginkan. Haruskah ia menikah dengan Lon yang menjadi pilihan orangtuanya atau ia memilih untuk mengikuti kata hatinya. Saat Allie hendak pergi dan berdiri di samping mobilnya, Noah pun berkata kelapa Allie
"Would you stop thinking about what everyone wants? stop thinking about what I wants, what he wants, what your parents wants. What do you want? What do you want?"
Pertanyaan Noah, "What do you want?" diulang beberapa kali, dengan berbagai nada. Pelajaran tersendiri juga, bahwa terkadang dalam hidup ini kita terlalu banyak menyenangkan banyak orang, sekeliling kita dan kita melupakan sesuatu hal, bahwa diri kita juga butuh bahagia. Kita mengikuti semua hal yang mereka inginkan dan mengesampingkan apa yang menjadi ingin kita. Dan selama ini kita telah banyak hidup dalam kebohongan. Begitulah kira-kira yang bisa saya tangkap dari maksud Noah.

Lalu bagian dimana, Allie membaca salah satu surat dari Noah di perjalanannya kembali ke hotel untuk bertemu dengan Lon;

"My dearest Allie,
I couldn't sleep last night because I know that it's over between us.
I'm not bitter anymore, because I know that what we had was real. And if in some distant place in the future we see each other in our new lives, I'll smile at you, with joy, and remember how we spent the summer beneath the trees, learning from each other and growing in love.
The best love is the kind that awakens the soul and makes us reach for more, that plants and fire in our hearts and brings peace to our minds, and that's what you've given me. That's what I hope to give you forever. I love you. I'll be seeing you."

Noah

Betapa besarnya hati yang dimiliki Noah. Mungkin ini hanya sebuah film dan sangat jarang terjadi di kehidupan nyata. Tapi ini manis bukan?

Ada satu bagian dimana, Allie bisa mengingat semuanya kembali walaupun hanya dalam waktu lima menit. Ada part dimana Noah kembali ke kamarnya dan melihat foto-foto kenangan mereka dan membuka notebook dan di halaman depannya tertulis. "Read this for me, and I'll come back for you - Allie"


Dan ini bagian akhirnya. Yang menurut saya sangat manis dan epic. Saat dimana mereka berdua pergi untuk selamanya dan dengan damai, dengan tangan saling terjalin. Sempat saya membayangkan bagaimana rasanya seseorang yang kita cintai, ia meli-akan semua hal tentang kita, rasanya kita adalah orang tasing baginya, dan itu sakit. Dan Allie tua, yang mempunyai sedikit waktu ketika Alzhaimer alpa untuk datang kepadanya, memberikannya kesempatan dengan Noahnya kembali. Sama-sama menemukan kembali. Mereka berbaring berdampingan, hingga pagi dan mata mereka tidak pernah terbuka lagi.



The Notebook, Nicholas Sparks. Well done.

Senin, 19 November 2018

Rumah, Tempat dimana Rindu akan Membawamu Pulang

Pernahkah ada disuatu masa saat kita merasakan kalau rumah adalah satu-satunya tempat yang akan menjadi tempat untuk pulang?
Saat diluar terasa sangat menyebalkan dan kamu tidak pernah bisa mengeluarkan semuanya, dan kamu pulang dan melepaskan semuanya disini, di rumah. Benar-benar semuanya di lepaskan, karena mereka yang berada di dalam tidak pernah akan membencimu dan mencoba untuk mendiamkanmu karena kamu menjadi orang yang paling menyebalkan?

Pernahkah kita memikirkan bahwa rumah dan semua hal didalamnya juga merindukan kita?
Bahwa semakin jauh kita dari rumah, semakin pergi jauh dari rumah, rumah tetap sama, ia tidak bergerak, ia masih menyimpan semua kenangan kita. Dan tetap menunggu kita untuk kembali.

Sampai usia saya menginjak 21 tahun, saya menghitung kira-kira sudah menempati 16 rumah, itu sudah termasuk kosan dan apartemen saya. Kalau benar ingatan saya.
Menjadi seorang anak pendeta, sangatlah tidak asing dengan kehidupan nomaden. Berpindah setiap tugas dari sinode (lembaga besar gereja) datang. Kami terlatih packing dengan sangat cepat. Mungkin itu juga alasannya kenapa saya selalu packing beberapa jam sebelum keberangkatan saya.

Rumah pertama yang saya tinggali adalah rumah manis dengan tanah kosong di depannya, yang disulap oleh ayah menjadi kebun, disebuah tempat di balik bukit, Kusu-Kusu Sereh, namanya. Ingatan saya masih sangat jelas dengan tempat ini. Dan mungkin tidak pernah akan saya hapus jika mungkin bisa. Semuanya disini.
Rumah kami disulap oleh ayah menjadi kebun. Kami bercocok tanam, apa saja. Terkadang menanam jagung, kacang panjang, buncis, bawang merah, tomat, sayur mayur. Ayah pandai sekali menyeamai bibit. Perut kami dikenyangkan dengan semua hasil dari kebun kami.
Saya punya tempat belajar favorite, di bawah pohon gandaria, dekat bak air, di samping rumah kami. Disitu nenek meletakan dua kursi santai warna-warni, sebuah meja untuk saya belajar setiap sore, beliau adalah guru saya. Tentu saja beliau galak, tidak pernah senyum kalau sedang serius mengajar. Saya punya seekor burung nuri, dia pandai memanggil nama saya, lengkap, Prizilia.
Kami punya sebuah pohon kelapa di depan rumah dengan taman penuh dengan rumput hijau, satu-satunya tempat saya bermain, karena tidak jauh dari rumah. Bertelanjang kaki, dan menikmati sore di atas batu dan menggantungkan kaki ke jalanan. Di depan rumah saya ada hutan, ada pohon jeruk bali, ada pohon durian, ada pohon gayang. Kami senang memungutnya kalau jatuh.
Rumah saya penuh dengan pohon-pohon, benar benar seperti di hutan. Satu satunya alasan kenapa saya senang sekali tinggal disana. Mereka melimpah dengan buah, tanah mereka subur dan saya untuk pertama kalinya belajar naik pohon disini. Belajar naik pohon langsat di samping rumah. Kami punya pohon cengkih dan jeruk manis, pohon pala dan pohon kakusang.
Jika musim hujan tiba kami akan sangat bahagia, karena kami bisa berenang di aer kaluar. Airnya yang dingin dan menyegarkan, banyak sekali yang akan datang kesana, bahkan mereka yang dari kota.
Saya besar di kampung dan saya bahagia. Setiap pagi mereka akan menjual wajik dan gogos, saya senang. Berjalan kaki mengitari kampung bersama ibu tidak pernah akan saya lewatkan.

Rumah kedua, adalah sebuah rumah di kota. Di dalam sebuah lorong, yang hanya bisa dilewati oleh sebuah motor, yang kemudian saya baru tau mereka punya sebuah jalan juga yang bisa dilewati oleh mobil setelah hampir setahun lebih saya tinggal disana. Betapa saya mencintai rumah saya dan bahkan butuh sekian lama untuk keluar dan melihat yang lain.
Kami pindah kesini saat saya berusia enam tahun.
Rumah ini besar, bertingkat dan mereka punya teras yang bagus diatas. Taman mereka tidak terlalu besar tapi ibu selalu bisa membuatnya menjadi apa yang ia mau dan semua tanamannya benar-benar muat disitu. Kali ini ayah tidak menanam jagung dan teman-temannya, tapi menanam anggrek. Tiba-tiba taman kami berubah menjadi taman bunga anggrek, pohon kuini di tengah taman menjadi sasarannya, batang pohonnya seolah berbunga bunga anggrek. Bapak yang klasik, rumah yang bagus itu harus punya banyak tanaman.

Saya menanam pohon pepaya saya untuk pertama kali disini, mereka bertumbuh sangat banyak. Dan saya bahkan memetiknya dari lantai dua, saking mereka tumbuh besar.
Masa kecil saya dilewatkan disini. Banyak sekali cerita. Dari adik yang jatuh dari lantai dua, yang ceritanya kami sembunyikan dari ayah dan ibu sampai saya sudah SMA. Lalu saya yang mendapatkan banyak sekali luka di tubuh saya, beberapa karena imajinasi saya.
Saya menghabiskan banyak sekali masa kecil dan bertumbuh besar di rumah ini.

Mempunyai teman kecil yang masih terus berkomunikasi sampai sekarang, bahkan kami seperti keluarga. Bermain bersama, mengejar layangan dan jatuh dari talut rumah tetangga. Bermain masak-masakan di gubuk orang. Bermain sepeda-sepedaan dan berakhir saya melompat dari belakang karena takut dan akhirnya saya pulang dengan sekujur tubuh berdarah. Bermain benteng, mutel, enggo sambunyi, pata pata, gici gici, gambar dan semua permainan anak 2000an pada waktu itu, dan itu membuat saya beruntung. Tumbuh dan besar di sebuah tempat yang masih dibilang kampung kalau dibandingkan dengan semua daerah di Indonesia.

Lalu rumah ketiga kami berada tidak jauh dari rumah kedua kami. Ibu mendapatkan tugas baru, dan kami harus mencari rumah sendiri, karena tidak ada lagi pastori. Ayah dan ibu mempertimbangkan banyak hal, mereka mencoba memperbaiki rumah tua mereka, milik ibu di daerah Kudamati dan milik ayah di Karang Panjang, Lin V. Semuanya sudah selesai di perbaiki dan kami sudah siap untuk pindah, tapi rasanya semesta tidak berkehendak, di suatu malam ada seorang janda baik hati datang bersama anak laki-lakinya menawari kami untuk tinggal di depan rumahnya. Ia berbagi rumahnya dengan kami.
Kami pun berpindah rumah lagi, saat itu saya SMP kelas 3.

Kami melewati banyak sekali cerita, hitam putih warna-warninya hidup di rumah ini. Nenek kami dari pihak ibu yang menjadi guru saya, pergi, pergi untuk selama-lamanya. Padahal saya punya banyak cerita dengannya. Dulu waktu kecil saya hampir tidak pernah tidur dengan ayah dan ibu saya, hampir sebagian masa kecil saya tidur dengannya. Oma No, namanya. Perempuan berambut panjang sekali, yang ia pangkas beberapa hari sebelum dia memutuskan untuk mengangkat ginjalnya, dia hidup 28 tahun hanya dengan satu ginjalnya. Dulu saya pernah bertanya kepadanya, "kenapa oma senang sekali minum air putih, seperti ikan saja", lalu akhirnya saya belajar kalau air putih itu sebenarnya sangatlah baik, dan alasannya meminum air putih adalah karena dia hanya punya satu ginjal, dia tidak ingin membebani lagi, ia masih ingin hidup panjang. Tapi taukah, dia pembuat anggur terbaik yang pernah ada.
Dan semuanya berubah ketika malam itu, ia makan dan merasa sesak. Saya membuatkan minum kepadanya untuk terakhir kali dan terakhir kalinya saya mendengarkannya mengucapkan terima kasih, dan itu adalah kalimat terakhir yang saya dengar karena keesokan harinya saya menjadi kebingungan karena sepulang les tiba-tiba sudah banyak sekali bunga yang bertuliskan, turut berduka cita.
Ternyata dia pergi bahkan sebelum saya berterima kasih kepadanya.
Saya masih ingat wajahnya dan senyumannya. Oma No, punya gigi yang jarang, satu-satunya hal yang bisa membuat saya tertawa ketika dia terlalu serius. Dan dia akan menghajar saya dengan rotan kesayangannya. Dia wanita yang baik dan sangat mencintai anak dan cucunya, bahkan saat natal ia selalu punya kado buat kami. Oma, kamu wanita baik.

Setahun kemudian, Kakak laki-laki ibu saya pergi, karena kecelakaan. Rasanya liburan akhir sekolah baru saja berakhir, kami sama-sama berkumpul malam itu. Ayah sedang berada di luar negeri hari itu. Kebetulan yang menyebalkan. Karena biasanya, saat semua orang menangis, saya akan ikut menangis walaupun saya tidak ingin menangis, ayah yang akan datang dan menenangkan. Ia menggendong saya seperti anak kecil padahal saya sudah SMA hari itu.
Saat ibu mendengar kabar, ibu bergegas pergi. Saya diminta tetap dirumah dan jangan keluar. Mereka mengirim foto ibu yang berlutut di samping tempat tidur kakaknya, berdoa dan menyanyi. Rasanya luka kepergiaan oma belum juga hilang, kita harus bisa untuk belajar melepaskan yang lain lagi.
Dan entah kenapa, saya bahkan seperti terlatih menulis puisi perpisahan dihari kematian dan membacakannya dengan haru dan pilu. Hal yang sama saya lakukan saat Oma No dan Oma Sin pergi.

Lalu hidup berjalan kemudian. Kami melewati tiga kali natal disini. Dengan tangan handal ibu, rumah itu disulap menjadi taman natal, dengan banyak sekali ornamen natal, lampu kerlap kerlip warna warni. Ibu paling mengerti bagaimana cara membuat ayah pusing membayar tagihan listrik saat natal, yang akan disambut dengan geleng-geleng kepalanya ayah dan sebuah pelukan dari ibu sebagai permintaan maaf. Ayah tidak pernah marah kepada ibu, itu yang saya tau sejauh ini.

Ingatan lainnya yang tidak hilang adalah, pernah merasakan jatuh cinta dengan tetangga samping rumah. Lucu. Tapi itulah cinta monyet anak zaman itu.
Dan moment lucu ketika musim hujan di Ambon dan banjir dimana-mana, longsor dimana-mana. Ayah akan pulang sangat larut, karena ia mendapat tugas menjadi kepala bencana, kata ibu kalau sedang kesal, ayah lupa kalau rumahnya juga terkadang kena bencana. Iya, rumah kami kemasukan banjir saat hujan datang dengan tidak kasihan. Saat sedang tidur tiba tiba saja merasakan seperti ada sesuatu yang basah di bawah. Dan apesnya, listrik akan padam.
Begitulah masa remaja saya dilalui.

Lalu kami pun berpindah lagi, di rumah ini, rumah yang ibu sebut, rumah oranje. Rumah yang sampai sekarang kami tempati.
Percayalah, saya adalah anak yang sebenarnya senang berada di dalam rumah dari pada berada di luar rumah. Itulah mungkin kenapa, dari dulu sekolah sampai sekarang rumah saya selalu menjadi markas. Tempat berkumpul teman-teman saya dari SD sampai SMA, teman-teman adik saya dan sepupu saya. Kami hanya mungkin terdroktin untuk berada di rumah.

Ibu membuat pagar di sekeliling rumah, berwarna abu awalnya yang kemudian diganti setahun setelahnya dengan warna merah. 
Bagus untuk latar foto kami. 

Ibu itu perempuan yang selalu ambisius untuk mengejar mimpinya. Mimpinya yang selalu akan ia sebutkan dalam doa. Ingatan saya selalu akan di bawa ke hari hari dimana, kami akan pergi ke gereja malam-malam dan akan berdoa di bawah mimbar, ibu menggunakan toganya dan kami menghabiskan waktu disana. Kami menyampaikan mimpi kami disana, termasuk ingin memiliki rumah kami sendiri. 


Dan kemudian, kami mendapatkan sebuah rumah dengan bonus pohon mangganya. Kata para tetangga disitu, mangga ini adalah mangga termasam yang pernah ada dan mereka hampir tidak pernah akan memakannya dan membiarkannya busuk di tanah tanpa memungutnya. Lalu kemudian, disaat tahun pertama kami tinggal disini, mangga ini berbuah, dan ibu memakan buahnya dan ternyata tidak masam buahnya. Dan di tahun tahun berikutnya ia berbuah rutin, bahkan setahun dua kali. Dengan sangat banyak dan sangat manis.
Ternyata kata ayah, ibu pernah malam-malam berdoa di ruang doanya, ia berdoa untuk diberkati rumah ini dan semua isinya termasuk semua tanaman yang ada di dalamnya, agar bisa menjadi berkat.
Sekarang mangga ini menjadi sukacita tersendiri bagi ayah. Kami berdua sering sekali diberi laporan oleh ayah setiap hari tentang perkembangan mangganya. Berapa buah yang jatuh dan semacamnya.

Ayah masih senang menanam. Ia menanam markisa, mangga jenis yang lain, pohon belimbing dan tentu saja pohon rambutan yang selalu menjadi kebanggannya, yang membuatnya sering menyombongkan diri setiap keluarga berkumpul.

Kamu hanya perlu berdiri di lantai dua dan memetik rambutan termanis dengan daging yang banyak yang pernah ada. 


Kau tau, bahkan sampai saat ini saya merantau sekian lama, ada satu moment dimana saya ditarik kembali ke masa masa itu, ia sering datang berupa; suara oma yang memarahi saya karena sering bermain saat belajar, bunyi hujan dan tawa anak kecil yang riang bermain dengan hujan diluar, gesekan pohon mangga di depan rumah, tawa renyah ibu di teras bersama ayah, lolongan anjing disetiap malam, hangatnya senja ketika tiduran di lantai di beranda. 
Semuanya terasa menyenangkan dan seolah olah kesedihan tidak pernah akan ada untuk menyapamu.

Saat saya menulis ini, saya membayangkan betapa indahnya rumah di dekor oleh ibu. Kepiawaiannya menyulap rumah saat natal sudah teruji. Tahun ini kita bertemakan warna biru, tahun kemarin gold, tahun depan mungkin merah. Ibu tidak pernah suka sesuatu yang terlihat ramai, ia senang sesuatu yang seragam warnanya tapi beragam bentuk. 
Saya membayangkan ibu yang dengan lincah mengeluarkan box box berisikan ornament natal dan mulai membuat pohon natal dan dia akan bergerak seirama dengan lagu natal tahun 70an yang selalu akan dia putar dari dvdnya. Dia menari kesana dan kemari seolah terus bersukacita. Dalam semalam rumah berubah menjadi berkelap kelip.
Lalu kemudian duduk di depan pohon natal, ibu dengan teh panasnya dan saya dengan coca cola saya. Menikmati malam itu dengan kue nastar terbaik. 
Wajahnya yang ceria, selalu menjadi kesenangan untuk dilihat terus menerus. Sudah banyak keriput dan bintik-bintik hitam diwajahnya yang terus tersenyum dan tertawa. Ibu sudah tua, beberapa ubannya sudah terlihat samar-samar. Tangan ibu sudah melorot, lemak dimana mana dan tidak kencang lagi. Ibu sudah mulai banyak mengeluh capek.

Lalu kemudian, semakin aku tatap, perlahan bayangan ibu pudar. Pudar, pudar dan menghilang.
Ternyata ia sudah pergi lama sekali. Tapi rasanya masih seperti kemarin, ia menelfon dan menanyakan kabar dan kapan kembali, ia akan memulai memasang pohon natal.
Ah, Ma. Ternyata tahun ini saya lagi yang membuat pohon natal, tadinya sudah ku pikir akan menjadi bagianmu tahun ini.

Jika sudah begini, rasanya rindu kepada rumah selalu menjadi satu-satunya cara untuk mengobati rindu kepada ibu. Dan untuk rindu itu, yang menuntunku pulang dan memeluk ayah lagi di kamarnya, tertidur di pelukannya, dalam cerita panjangnya. Mendengarnya mendengkur dan kemudian terbangun keesokan harinya dan menemukannya sedang membaca koran. 
"Sudah bangun kaka?" pertanyaan yang akan saya dapatkan setiap pagi saat di rumah. 

***

(selesai menulis ini, saya sedang memikirkan konsep untuk menyulap rumah. Sekedar menghadirkan ibu di beberapa sisi rumah. Sudah lama ternyata melewatkan memasang pohon natal dan merasakan christmas feeling saat memilih untuk merantau)