Titik nol kilometer, Jogjakarta
Kota sejuta kenangan. Maka jika kamu ke Jogja bersiaplah untuk di hujani kenangan. Begitu kata orang-orang yang sering ke Jogja dan menaruh hati kepadanya.
Jogja.
Adalah satu kata yang membekas di sanubari, yang memberikan getaran berdenyut di dada ketika mendengarnya.
Jogja memang hanya sebuah kota, tapi bagi sebagian orang Jogja adalah sebuah tempat yang magis, dimana sebuah kehidupan dimulai penuh drama, romantika dan cinta.
Jogja tidak bisa hanya disebut sebagai sebuah kata benda saja. Ia bukanlah sebuah objek semata tapi juga sebuah subjek. Jogja adalah pencipta dan pemungul kenangan yang tersisa.
Maka saat pergi tempo hari, saya menulis di caption instagram saya begini
"Kalau kamu punya masalah dengan rindu jangan pernah ke Jogja. Buktinya saya!"
Kata Joko Pinurbo, Jogja itu tercipta dari Rindu, Pulang dan Angkringan.
Mungkin benar.
Frasa rindu, adalah sebuah makna yang mengantarmu secara sengaja pada masa lalumu yang penuh dengan berbagai cerita. Bisa saja bahagia yang kau ukir atau mungkin cerita sendu mendayu yang ingin kau buka hari ini.
Siapapun yang pernah ke Jogja pasti akan sepaham dengan saya, ada banyak rasa yang tercipta saat di Jogja entah mantra apa yang dia pakai, dan rindu adalah perasaan semacam nyeri yang menusuk dan sakit namun tak berdarah saat kamu hendak pergi dari sini. Entah dia yang hanya datang berlibur, numpang tinggal karena kebetulan merantau disini atau lahir dan besar di Jogja.
Jogja memang istimewa.
Senyuman ramah tamah orang Jogja yang dengan percuma ia beri, berani jamin saya seminggu kamu disini saja kamu akan jatuh cinta pada mereka. Keramahtamahan ini yang susah saya dapatkan di Jakarta, dan percaya saja keramahtamahan ini tidak hilang sama sekali walaupun beberapa orang mencoba merubah Jogja menjadi semi metropolitan.
Setiap tempat di Jogja punya kenangan. Iya. Riuhnya Sekaten setiap tahunnya, naik bianglala, kora-kora, tong setan dengan 5000 rupiah saja kamu bisa merasakan sensasi naik tornado di Dufan. Hiruk pikuk Babarsari dan Seturan, padatnya Ringroad dan Jakal, kenikmatan makan angkringan di sepanjang jalanan Malioboro dan Mangkubumi punya sensasi tersendiri.
Lama-lama Jogja itu seperti mantan, susah sekali dilupakan.
Pulang. Lagi-lagi banyak orang akan mengklaim Jogja adalah tempat untuk pulang meskipun KTP tidak mengamininya. Boleh kamu dari Jakarta, Bandung, Ambon, Papua, NTT, Timor Leste dari mana saja, tapi seperti punya caranya sendiri Jogja selalu buat betah dan enggan untuk pergi. Lantas banyak orang menyebutnya tempat pulang. Pantas saja kota ini dijuluki kota ramah dan berhati nyaman, dengan harga kos-kosan atau kontrakan bagi kami yang tinggal di Jakarta itu uang makan kami 2 minggu tapi di Jogja kamu bisa membayar kosan untuk dua bulan adalah satu dari sekian banyak hal yang membuat Jogja sangat nyaman, teman-temanmu yang selalu akan membantmu dan punya rasa saling memiliki bahkan tak segan mungkin dosen akan menganggampmu adalah anaknya, begitu kata mereka yang di Jogja.
Dan sekali lagi saya pernah menulis ini "Dan di Jogjalah saya memilih untuk kembali (lagi)"
Angkringan, Sebuah tempat yang mengajarkanmu filosofi hidup, bahwa kesederhanaan menciptakan selaksa kebahagiaan, materi dan duniawi bukanlah tujuan.
Ada cinta disetiap bungkus nasi kucing angkringan. Ada kerinduan di setiap kopi hitam pekatnya yang selalu membuat semua orang betah lama-lama berlesehan. Ada rasa manis disetiap gudegnya. Terkadang mencari kunang-kunang sampai ke Kaliurang ditemani pisang goreng dan segelas kopi bersama teman.
Angkringan menyadarkanmu bahwa tidak ada jurang kesenjangan diantara manusia.
Mungkin kamu seperti saya. Di Jogja selalu dilewati dengan hari-hari yang berwarna. Akhir pekan akan selalu terasa berjalan sangat lambat disini. Jumat malam minum kopi koling di alun-alun selatan, sabtu sore nikmatin sunset di Paragendong Parangtritis ditemani kopi lihat orang pacaran, sabtu malam makan ayam bakar minum bir di Bukit Bintang, minggu subuh tukar oksigen dengan udara segar di kebun buah Magunan, ke gereja di Gejayan.
Saat di Jogja semuaya seperti beritme pelan, tidak tergesa-gesa seperti di Ibukota.
Kopi Koling, Alun-Alun Selatan
Punthuk Setumbu
Paragendong, Parangtritis, Bantul
Hutan Pinus Pengger, Patuk, Gunung Kidul
JOGJAKARATA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar