Rabu, 29 Juli 2020

Jika Terlalu Rindu

"Kenapa kamu bangunnya cepat?" tanyaku kemarin.
"Aku mimpiin kamu datang. Kamu ketok pintu kamar, terus aku nanya, siapa? terus kamu jawab, aku bee buka dong pintunya. Lalu aku bangun, ngeliatin pintu ternyata ga nyata, itu cuma mimpi" jawabmu di pesan whatsapp.
            "Mungkin kamu rindu bee".

Bee adalah sapaan manis kami, sedari dulu, kira-kira 10 tahun yang lalu, ketika kami yang awalnya hanya berteman lalu menjadi sahabat dan berakhir menjadi lebih dari sahabat. Lalu kami berjalan ke arah masing-masing, mendewasa dengan cara kami masing-masing, mengizinkan ego dan amarah mendominasi, memperkenalkan diri kepada dunia yang lain, mencintai hati yang lain dan berusaha untuk belajar melupakan dan mengikhlaskan, yang rasanya berhasil menurut kita tapi tidak dengan semesta. Ia senang bercanda memang, dengan banyak hati, termasuk kita berdua.

Dia satu dari sekian orang yang terlalu mengerti banyak hal, apa mungkin karena terlalu lama bersama dulu, entahlah. Bahkan di saat kembalinya, dia masih dengan packaging yang sama dengan isi yang sama persis tapi ada beberapa yang di hilangkan dan ditambahkan. Dia yang paling mengerti kalau aku adalah orang yang tidak bisa menata rindu, aku selalu bermasalah dengan rindu. Temu adalah salah satu obatnya, tapi sekarang tidak bisa seperti dulu yang bisa seenaknya pergi dan berjumpa, kita sekarang hidup di dunia yang sedang menghadapi pandemi besar, semuanya sebaiknya di rumah saja dan beberapa rindu harus di perbiasakan untuk disimpan sampai nanti, salah satunya juga kita.

Aku tau kalau terlalu rindu sering menjelma menjadi hal-hal yang tidak biasa. Semisal, ketakutan-ketakutan yang tiba-tiba menghantui perihal kehilnganmu yang berlebihan, semacam trauma karena pernah kehilanganmu dulu. Kalau sudah begini, aku harus menenangkan diriku dengan lebih, semacam harus mempunyai banyak cara untuk meredakan rindu. Kalau terlalu rindu terkadang aku didatangi oleh mimpi-mimpi yang aneh, yang membuatku harus menghela nafas panjang ketika bangun. Rindu memang sering menjelma menjadi hal-hal yang menyeramkan. Aku selalu ingin menenangkan diri, mau tak mau aku harus, karena aku tau kalau rindu yang tidak terkendali terkadang bisa melukai hatiku sendiri, terkadang bisa menyebabkan kesalahpahaman dan berujung kamu dan aku akan berdiam diri masing-masing. Itulah kenapa, saat aku merindukanmu aku selalu ingin cepat cepat mengatakannya kepadamu, karena setidaknya dengan begitu aku merasa lega dan tenang walaupun rindu tak kunjung berkurang malah sebaliknya.

Jarak adalah satu-satunya hal yang harus kita kutuk. Tapi apa daya kita tak pernah bisa membuatnya benar-benar takluk. Aku bahkan tidak bisa berada di sampingmu sekarang, bahkan mungkin di saat hari bahagiamu nanti.

Saat rindu semakin bergelora, aku tidak bisa menembus angin, lalu berdiri di sampingmu saat kau ingin. Kalau sudah rindu begini, aku hanya bisa mengabarimu dan memendam perasaanku sendiri, terkadang aku takut menganggu harimu kalau aku terlalu rindu. Aku tau rindu itu akan menyesakan nafasku, apalagi kalau kamu sedang sibuk dengan duniamu tapi aku tidak bisa apa-apa saat kita sedang berjauhan begini. Aku harus juga paham kalau itu adalah tuntuan hidupmu, aku harus menerima kalau kamu juga punya dunia yang tidak selamanya tentang aku, walaupun terus aku yang katamu sedang diusahakan, aku tidak akan menyalahkanmu, hanya saja rindu ini terkadang membuat diriku menjadi tidak terkendali.

Satu hal yang aku mengerti, saat rindu sudah terlalu menumpuk di dada ini, aku hanya perlu meyakini, di sana kau pun juga merasakan hal yang sama. Kita hanya perlu berdoa sampai saatnya kita punya waktu untuk berjumpa.

Untuk saat ini biarkan rindu itu menjelama menjadi doa-doa yang terjalin, menjadi energi yang menumpuk di tubuh kita. Mengajari banyak hal tentang bagaimana tabah dalam mencintai, menjadi kuat untuk sebuah kebahagiaan, menjadi tekun dalam mengusahakan semua hal tentang kita. Rasanya akan lebih tenang ketika kita melakukan itu. Percayalah, segala yang dijalani dengan tabah akan membawa kita kepada kemenangan yang indah. Tetap jaga hatimu disana, ku jaga rinduku sepenuhnya untukmu.

Tetaplah mengadu pada Tuhan, ceritakan banyak hal tentang harimu kepadanya sebagai gantiku, berbagilah banyak hal dengannya ketika kita sudah tidak tahan untuk menunda pertemuan. Sebab semua yang terasa tak pernah ada jika tak ada yang mengaturnya. Kita serahkan semua kepada kepada Sang Maha Cinta.
Hanya itu yang bisa kita lakukan, saat jarak tak bisa kita bunuh seketika. Aku ingin kamu mengerti, disini aku pun juga sedang berjuang sepenuh hati. Sama seperti aku percaya; disana kamu juga demikian, berjuang untuk mempersiapkan segala rencana yang akan kita jalani nanti. Kalau rindu datang lagi kepada kita, menumpuk dan membuat kita merasa hampir gila. Berserahlah cinta, sebab tiada cinta tanpa keinginanNya.

Selasa, 21 Juli 2020

Lelaki, katamu.

"Aku hanyalah lelaki yang belajar untuk tumbuh lebih tinggi agar kelak bisa meneduhkanmu saat lelap dan dari teriknya matahari". 
Lawu Mt, 3265mdpl ⎼ Pendakianku tahun 2018

Percakapan malam ini dan beberapa kali diantara kita membuatku menyimpulkan sesuatu dari semua yang kamu katakan.

"Meski tak sehebat ayahmu, aku ingin mengimbangimu" katamu tempo hari.

Karena katamu lagi, mencintai perempuan tak akan pernah membuat seorang lelaki mampu menyaingi kasih sayang ayahnya. Karena bagaimana pun, anak perempuan tetapakan menjadikan ayah sebagai lelaki paling berharga dalam hidupnya. Itu hal yang sangat wajar, ayahnya adalah lelaki pertama dan dalam waktu panjang telah mengenalkan banyak hal kepadanya. Tentu tidak layak dibandingkan dengan seorang kekasih. Orang yang datang kemudian dalam hidup seorang perempuan. Lelaki yang belajar mengenal dan masih banyak belajar, masih banyak belum tahunya.

Lalu katamu lagi, aku memilihmu untuk belajar mendalami apa pun perihal kamu. Tidak mudah memang memahami perempuan, apalagi perempuan sepertimu. Yang kedalaman hatimu masih saja belum mampu kujangkau. Yang resahmu tak selalu mampu aku peka. Aku masihlah lelaki yang sepenuh hati ingin belajar banyak hal tentang kamu. Ingin tahu bagaimana putri kecil ayahnya tumbuh seperti sekarang ini. Bagaimana perlakuan ayah kepada anak gadisnya hingga bisa menjadi kekasihku hari ini. Aku ingin memahamimu sebagai lelaki yang terus belajar. Lelaki yang tak akan pernah melebihi ayahmu dalam hal mencintaimu. Namun, berharap suatu saat bisa sehebat ayahmu bagi anak-anakku.

Kepadamu perempuanku yang sungguh kusayangi. Bersedialah memberiku waktu memahamimu. Beri aku kesempatan lebih lama, agar mengerti bagaimana gadis kecil ayah yang dulu manja bisa menjadi perempuan dewasa. Barangkali tak banyak hal yang bisa kujanjikan kepadamu, selain belajar tetap setia dan bekerja keras demi kebahagiaan perempuanku. Sebab, semua kepastian hanyalah milik yang Mahakuasa. Kuasaku hanyalah berusaha dan menjagamu dengan doa-doa sembari terus mengusahakanmu untuk menjadi akhirku. ⎼ Katamu yakin sekali dengan matamu yang teduh menatapku.

Sambil mengenggam tanganku. Lalu menarikku dalam pelukanmu, kamu pun berkata dengan pelan, aku hanyalah lelaki yang belajar untuk tumbuh lebih tinggi. Agar kelak bisa meneduhkanmu saat lelap dan terik matahari. Meski tak pernah sehebat ayahmu. Namun, aku ingin selalu berusaha menjadi lelaki yang bisa mengimbangimu. Mampu mengimbangimu. Juga akan terus belajar menjadi lelaki yang baik bagimu, yang tau mengarahkanmu. Kelak, semoga niat ini dikabulkan yang Mahakuasa. Menjadi lelaki yang pertama kali kamu tatap saat terbangun di pagi buta, serta lelaki yang menjagamu terlelap di malam-malam yang lama.

***

Dan ketika hujan turun, kamu mengantarku sampai ke depan rumahku. Sambil lalumu, aku mengaminkan semua doamu, semoga tersemogakan semua usahamu dan usahaku, untuk selalu mengusahakan kita.

Berdoa saja, semesta memang suka bercanda untuk beberapa hal, tapi kadang ia bisa diajak untuk berkompromi dan bekerjasama jika bahagia yang selalu kita tuju, dan dengan doa yang tulus kita terus menitinya.

Aminku untuk semua doamu, doaku dan doa kita. Semoga sampai.

Sabtu, 18 Juli 2020

Puisi Lama

Senja waktu itu.
Dariku yang selalu mengaguminya.
Kau pasti mengenali senja yang mengunjungimu seusai berkutat dengan lelah seharian.
Kau menyusuri jalanan yang perlahan mulai ramai dan kedai kopi menata kursi serta meja.
Sebatang nikotin menemani langkahmu berjalan menuju ujung barat kotamu.
Aku pun mengenali rindu yang berjalan di belakang senja sore ini. Rindu itu tak bertuan. Rindu itu rapuh.
Aku menyusuri jalanan yang pekat oleh asap knalpot dan hanya menyesakkan dada.
Kau sudah sangat paham, bukan hati yang terluka tapi senja. Senja yang perlahan kau khianati mulai terekam dengan baik seiring dengan semakin memerahnya langit.Kau tak berdaya pada takdir. Kau menyerah pada jarak. Kau menyerah pada luka hingga ia dengan leluasa menyebar pada semua nadimu. 
Dan aku menyerah pada pertanyaan yang selamanya tak akan pernah ku dapatkan jawabannya. Aku melepas senja yang begitu merah dengan hati yang tak lagi lapang. Aku mundur teratur karena aku tak ingin melepas tangis seusai senja berpamitan.
Hati itu tak terluka hanya saja senja yang semakin memerah hingga berwarna jingga.

(Yang ku tulis pada sebuah buku tulis saat dulu aku mulai belajar merelakanmu).

Selasa, 07 Juli 2020

Repetisi Selasa Malam

Ada lima hal mengapa aku masih mencintaimu.
Aku memotretnya di Jogja,
lalu mengirimkannya kepada seseorang.

Untuk alasan ini saya memutuskan untuk masih mencintaimu,

Waktu, cukup adil rasanya menempatkan waktu sebagai alasan terpenting sampai saat ini aku masih mencintaimu, untuk segala luang yang kita buang demi sesuatu alasan, alasan yang kini telah sudah, namun waktu tak pernah cukup untuk sudah.

Senja, begitu banyak yang beda untuk merasa sama, tapi senja tentu saja sama pada benak kita, tak peduli seberapa sering kita melalui senja, senja tetap menggenggam kekaguman kita.
Setiap saat senja tiba, aku merasa tak ada yang pernah sudah antara kita.

Malam, banyak warna tentu pernah mengunjungi, tapi hitam selalu punya tempat tersendiri dalam dua pasang mata kita, hitam memang milik malam, seberapapun kita terbangun di pagi buta hanya malam kelak yang menentramkan resah, sialnya malam begitu pandai memanjangkan diri, malam tak pernah berkesudahan mengisahkan kita sekali lagi. Dan kita terlalu banyak menggantungkan rindu di ujung malam, ketika pelukanmu selalu ku bayangkan sebagai pengantar tidurku.

Mimpi, hal yang tak pernah dapat diterima sekaligus ditolak tentu saja mimpi, selalu saja ada celah dalam rapat pulas untuk mimpi hadir, dalam mimpi yang sekali dua merebutku kita tak ingin sudah, saat terbangun kehilangan menjadi doa yang tak pernah ku Aminkan.

Kenangan, biarlah kenangan menjadi penutup alasan ini, tak perlu lagi ku jelaskan, sebab di dalam kenangan kata tak ada bedanya dengan kita.