Senin, 22 Januari 2018

Cek Ombak .....

Bukan Seorang traveler apalagi travel blogger.
Tidak punya bucket list tapi senang berjalan sesuka hati yang penting senang. Mereka sering bilang bahasa kerennya Out of the box. Kira-kira seperti itu.

Dimulai dari keinginan sedari masih SMA saat banyak sekali acara TV yang tidak banyak drama dan berita melelahkan tentang negara ini, ada beberapa station TV yang membuat program until menjelajahi indahnya Nusantara ini. Menjadi kewajiban untuk harus mengikuti setiap acara itu. Lalu muncul sesuatu dalam hati, semacam kegilaan yang semakin terus di pupuk tapi enggan untuk mengungkapkannya karena saya tau, mendapat izin dari orang tua adalah penting dan orang tua saya bukanlah yang akan mengiyakan semuanya saat itu juga, kamu butuh banyak alasan yang kuat kenapa permintaanmu harus di kabulkan.
Satu yang pasti, jangan pernah melakukan suatu hal yang tanpa izin dari orang tua.
Beberapa kali saya mencoba "membuang bola", walau sudah saya prediksi kemungkinan akan gol itu adalah kecil, tapi yah lagi-lagi namanya juga mencoba siapa tau hari itu dewi fortuna sedang tidak sibuk.
Sampai beberapa minggu lalu sebelum tulisan ini saya posting, saya meminta izin kepada ayah saya dan benar kali ini dewi fortuna punya banyak waktu senggang, jawaban iya boleh langsung saya dapatkan. Sembari terus berpikir, oh iya ini sudah hampir selesai perjalanan saya sebagai "keset rumah sakit", makanya dengan sedikit penjelasan saja ayah langsung mengizinkan. Apapun itu saya tidak peduli, yang penting saya bisa ke gunung. Benar-benar akan ada di puncak sebuah gunung.

Sebelum saya, ada kakak saya yang senang sekali berpergian seperti saya tapi beruntungnya adalah dia laki-laki. Rasanya sudah banyak sekali gunung yang ia taklukan.

Dan perjalanan ini di mulai.

Di awal perjalanan sudah ketemu hujan, sudah di antara akan melanjutkan berjalan atau kembali. Itu hari masih subuh, banyak orang yang mash bermimpi sementara saya sedang bergumul agar mimpi saya yang satu ini harus tercapai. Teman saya berulang kali bertanya kepada saya, "dari satu sampai seratus berapa keinginanmu untuk sampai di puncal?" dengan tanpa berpikir lagi saya sontak berkata "seratus".
Dengan sangat nekat naiklah saya ke atas.
Saya hanya bermodalkan sendal gunung, jaket, sweater, sarung tangan yang di beli di warung warga, air mineral dan dua buah roti, dan mantel kuning yang di beli juga di warung warga.
Setelah kira-kira sekilo melewati perkebunan warga sampailah kita di gerbang pendakian ke Gunung Andong. Gunung kecil yang dengan ketinggian 1726 mdpl, menjadi track awal untuk cek ombak. Hujan rintik-rintik menemani perjalanan menanjak itu, karena masih subuh dan hujan rasanya pakai satu jaket dan sweater tidaklah terlalu mempan. Beberapa kali saya harus berhenti untuk mengatur nafas dan mengistirahatkan kaki.
Rasanya perjalanan sudah di mulai dari tadi tapi kok belum juga sampai di atas. Setengah perjalanan kira-kira 700 mdpl, telinga saya mulai kesakitan. Beberapa kali saya melakukan aklimatisasi dan berdoa semoga saya tidak sampai hipoxia.
Di jarak kira-kira 800 mdpl, rasanya sudah ingin turun saja karena masih jauh ke atas dan benar-benar jalanan itu licin karena hujan. Dan konyolnya saya tetap melanjutkan terus naik karena rasanya begitu bodoh melakukan semua ini, sudah terlanjur basah dan sudah jauh lala harus berhenti sekarang, tapi sebenarnya alasan utamanya adalah ada indomie rebus dengan telur setengah matang dan teh manis panas yang menunggu di puncak gunung.
Semakin tinggi suatu tempat semakin dingin dan kencang juga angin bertiup. Dan benar kata pepatah itu, rasanya angin bertiup dengan marah dan menggerutu saya harus berjalan benar-benar hati-hati dan berpegangan pada vegetasi yang ada di jalan itu.
Satu sensasi terbaik dari perjalanan mendaki gunung itu adalah kamu bisa menemukan mata air dan bisa langsung meminumnya. Dan melihat semua keindahan dari puncak sini.
Kata teman saya "kalau naik gunung jangan pernah melihat ke atas, terus saja menikmati jalanan ini tau-tau pas ngeliat ke atas udah dekat sama puncak".
Kira-kira 100 mdpl lagi saya akan tiba di puncak Gunung Andong dan yang saya temui adalah hujan turun dan membuat jalanan semakin licin. Benar-benar harus extra hati-hati.
Dan Puji Tuhannya sesampainya kita di puncak gunung barulah badai di luar.

Di saat ingin menyerah tapi tau di atas ada indomie rebus dengan telur setengah matang. terkadang bahagia sesederhana ini, dan bisa termotivasi dengan hal sebodoh itu. Masalah perut memang harus di penuhi dulu baru bisa otak dan perasaan berjalan dengan baik.




Lala di perjalanan itu pun saya berpikir bahwa memang benar semuanya itu harus dinikmati. Hidup ini adalah proses bagaimana kamu di bentuk dan di tempa sebelum kamu benar-benar akan menikmati semua keindahan hidup ini. Ibaratnya naik gunung, kamu harus menanjak dengan berbagai track, langkahmu benar-benar kamu atur kecepatannya dan teruslah menikmati proses, sesekali mungkin kamu akan berhenti untuk sekedar mengatur nafas, tapi jangan berlama-lama karena jalan masih panjang. Sepanjang perjalanan itu kamu akan bertemu dengan banyak orang dan banyak hal, syukuri saja itu. Di sepanjang perjalanan menuju puncak Gunung Andong kemarin, banyak sekali orang yang akan memberikan semangat untukmu padahal kalian tidak saling kenal, hanya karena ia merasa kalau semua orang butuh orang lain salami hidupnya. 




Antara kelaparan, kedinginan, ingin poop dan ngap-ngapan.


Dan saat kamu sudah berada di ketinggian seperti ini kamu melihat semuanya indah dari atas sini. Lalu merenunglah kamu bahwa hidup itu tidak ada apa-apanya saat kamu berbesar hati dan menganggap dirimu terlalu hebat, karena sesungguhnya dari sini semuanya terlihat sangat kecil sekecil upil. 


Indahnya Pemandangan. Dimaafkan untuk kali ini kalau ada kabut seperti ini. 


Saya, si anak yang katanya keras kepala. Di sela-sela waktunya sebagai dek coass melakukan perjalanan di setiap weekendnya untuk menyeimbangkan hidup yang semakin tidak adil ini. 




Semangkuk indomie rebus, teh panas dan obrolan-obrolan ringan dari orang-orang yang ada di dalam warung semacam menambah energi. Sekedar bertanya asal, kuliah dimana, dan lain-lain akan di temukan disini. Karena hidup itu perkara bersosialisasi karena konon katanya kita adalah manusia sosial, yang sama-sama membutuhkan. Mungkin dari obrolan receh itu akan terus diingat sebagai moment terbaik dalam hidup, karena kamu menambah banyak daftar nama di buku temanmu.


Tidak ada pendaki yang menginginkan bertemu dengan hujan apalagi badai di atas sana, tapi kalau ketemu ya mau di apakan lagi, syukuri saja setidaknya kamu akan punya cerita disini. 


Dan di setiap perjalanan kamu membutuhkan teman.


Lalu ini saya, perempuan kecil, mahasiswi kedokteran yang sedang sibuk menjadi dek coass agar masa depannya cerah. Yang punya mimpi terlalu tidak biasa bagi banyak orang. Yang selalu punya rencana yang tidak terduga-duga, dengan modal nekat dan percaya. Saya sampai di ketinggian 1726 mdpl. Selamat datang di Puncak Gunung Andong, zilia. 
Suatu saat nanti saya akan menikmati sensasi tidur di bawah ribuan bintang, tidak di bawah atap hotel berbintang lima. Amin. 


Dan foto ini di ambit saat saya sudah turun dari Puncak Andong. Tadi saya di atas sana, bayangkan kabut itu dan rasakan saja dinginnya disana. Ketemu badai di atas sana membuat saya kapok? rasanya tidak, saya sudah mempunyai banyak rencana di otak dimana saja saya harus mengunjungi tempat-tempat indah lainnya, semoga semesta berkonspirasi dan mengabulkannya. 

Dan terima kasih Tuhan untuk Indonesia, negera ini kaya hanya saja orang-orang di dalamnya terlaulu serakah. 
Kalian yang terus menghujat mungkin kalian butuh liburan, istirahatkan saja dulu pikiranmu, mungkin naik gunung bisa jadi pilihan untukmu lebih mensyukuri hidup ini. Atau kalau kamu takut akan ketinggian bolehlah kalian ke pantai dan tidurlah di pasirnya. 

Ini adalah "cek ombak" terbaik. Sampai jumpa lagi tempat-tempat yang manis yang sedang berseliweran di kepala saya. Semoga semesta mengabulkannya. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar