Selasa, 14 April 2015

Antara Melepaskan dan Bertahan

 

Bukan suatu hal yang mudah memang jika berada di titik tengah dalam suatu keadaan. Resiko yang akan kita dapatkan dan konsekuensinya pun harus kita pikirkan secara panjang. Namun beberapa pemikiran justru harus berbanding terbalik dengan keadaan. Apalagi jika melepaskan dan bertahan dalam suatu keadaan cinta. Iyaa, cinta dan suatu hubungan keikhlasan antara melepaskan atau bertahan dengan segala konsekuensi kesakitan.


Tidak ada hal yang mudah bisa dan gampang kita dapatkan untuk bertahan. Semuanya mungkin butuh proses dan semuanya harus melalui tahapan ujian dan perlakuan yang sepantasnya. Di tempat ini ada hal yang harus benar-benar kita mengerti dan di mengerti satu sama lain. Keegoisan dan ketidak tulusan akan menjadi boomerang yang paling hebat ketika salah satu sudah tidak mengerti dan tidak peduli. 

Kesanggupan melepaskan mungkin tidak semudah ucapan bibir yang hanya mengucap dalam waktu beberapa detik saja. Kesanggupan ini melebihi nilai dan arti di dalamnya. Bagaimana cara melepaskan dengan segala konsekuensi yang telah diciptakan. Meninggalkan dengan segala perhatian dan menggugurkan semua harapan menjadi kenangan dan bayangan. Sanggupkah?? Semestinya sanggup, sebelumnya bukan memang sudah berjalan sendiri-sendiri tanpa ada yang menggenggam dan memperhatikan. Tidak sanggup!! Iya karena kemauan belum cukup pekat untuk mengerti dan memahami. Mereka masih sibuk mencari arti dan menjelaskan pada diri sendiri bahwa ini hanya sementara dan pasti mampu untuk melewatinya. Apa bisa??


Melepaskan, tersiksa memang dalam beberapa waktu merasakan kehilangan perhatian dan segala yang dia berikan. Janji cerita dan semua yang akan menjadi nyata dalam sebuah dekapan. Melupakan dan meninggalkan, iya melepaskan. Tapi jika tidak sanggup untuk melepaskan, apakah harus bertahan?? 

Bertahan dengan puluhan atau ratusan konsekuensi yang harus diterima. Iya puluhan alasan kita untuk diam, untuk tetap bersembunyi dan meredam seluruh amarah ketika semuanya harus ditampakan. Bertahan, ketika semuanya tidak ada kepastian, entah dan sampai kapan?? Merelakan hati terus meratap dan merelakan keadaan yang menyiksa hati. Itu juga tidak semudah mempertahankan pasir diatas genggaman. Ketika erat dan kuat kita genggam tidak akan pernah pudar dan lepas dari tangan kita.
Melepaskan yang membutuhkan waktu, atau bertahan yang memakan waktu??
Melepaskan yang mengikhlaskan, atau bertahan yang menyakitkan??
Melepaskan yang memnimbulkan seluruh kesakitan atau bertahan yang mempertahankan kesakitan??
Melepaskan dan harus berjuang menekan hati dengan segala kerinduan dan kebiasaan.
Atau Bertahan dengan memeperjuangkan kepasrahan dan kesakitan yang akan diterima.

Semuanya memang memiliki konsekuensi dan porsi waktu yang sudah diatur oleh penulis kehidupan. Tapi apakah semuanya akan bisa dipertahankan?? Atau malah baik untuk dilepaskan.
Aku pernah bertanya pada seorang sahabat :
“Bagaimana solusimu ketika aku terlalu lelah untuk bertahan tetapi terlalu cinta untuk melepaskan?”
Dia menjawab, “Cinta adalah kuatmu untuk bertahan, tetapi lepaskanlah jika kuatmu tidak dihargai.”
Aku pernah bertanya pada mama apa arti pengorbanan :
“Pengorbanan itu ketika kamu mampu melihat dia tersenyum walaupun tawanya bukan denganmu. Tapi kamu membantu proses dibelakang dia tersenyum.”
Aku pernah bertanya pada ayah apa arti bertahan :
“Bertahan adalah keadaan dimana semua yang kita korbankan kadang berbanding dengan apa yang kita dapatkan. Tapi kita mampu menerjang karang dan berdiri tegak menghadang.”
Aku pernah bertanya padamu apa arti melepaskan :
“Membiarkan hati memiliki penghuni, bukan orang yang hanya menyakiti. Merelakan pergi walau tak pernah meminta tetap tinggal disini. Dan membiarkan hati baru memiliki penghuni.”

Apapun keadaan bertahan dan melepaskan. Cinta dan perjuanganmu lah yang menentukan. Tapi tinggalkan jika hanya memilukan dan upayamu tak dihargai. Setidaknya kamu sudah berperan mengembalikan yang dia punya pada tempatnya. Tuhan tak pernah menyalahi janji apda umatnya, kebaikan akan dibalas kebaikan :”) CINTA bertahan dan melepaskan, penghargaan atau cacian

Senin, 13 April 2015

kita, meja bundar ini, secangkir hot asian dolce latte

Begini, bagaimana jika kita duduk berdua dalam satu meja dan menikmati malam ini dengan secangkir hot asian dolce latte? satu cangkir saja tak usah dua. Perlahan kita menikmati, hanya kita berdua di meja bundar ini saling menatap dan mari kita saling terbuka.

Di meja ini aku akan menceritakan semua mimpi dan harapan yang harus ku wujudkan denganmu.

Harus denganmu, jika bukan denganmu berarti itu bukan mimpi dan harapanku. Entahlah bisa dibilang apa.

Di meja ini aku ingin mendengarkan nasehatmu tentang perilaku dan tata kramaku yang mungkin tak pantas menyandang gelar menjadi wanitamu.
Kita sudah punya waktu berdua, bolehkah kita mulai membicarakan sesuatu yang berdampak besar kedepannya? aku akan mendengarkan dan memahami semua apa yang ingin kamu bicarakan dan kamu katakan kepadaku. katakan saja, jangan sungkan.
Kita sudah semeja, hanya kamu dan aku. Kamu boleh membawaku pada duniamu, dan mengajakku mengitari bulatan cangkir asian dolce latte yang tanpa ujung dan berujung.
Ketika berdua denganku, kamu boleh menjelaskan apa saja. Termasuk hal kecil dan besar yang mungkin sedang kamu tutup di dalam ruang yang bernama hati dan pikiran.

Aku mau kamu juga mendengarkanku, aku tak ingin banyak. Aku hanya mau kamu mendengarkanku seperti ini.

Kamu calon orang pertama yang terpenting di dalam keluarga nanti, aku tak ingin calonku masih terlelap dan belum terbangun dari kata yang mana keinginan, kemauan, dan prioritas tertinggi.
Kamu adalah seseorang yang harus tegas padaku dan pada dunia ketika mereka sedang tak menurut padamu, bahkan malah mempengaruhimu.
Kamu adalah harapan dari sosok anak sulung dalam suatu sistem yang dinamakan keluarga.
Kamu adalah tonggak yang kuukur dengan skala yang ku ciptakan sendiri, maka kamu harus tau dan mau menjaga semua aset yang ada pada dirimu, kesehatanmu.
Kamu adalah sebagianku, jika rapuhmu adalah penyakit. Ku pastikan itu penyakit menular yang sangat amat menular karena aku pasti akan ikut terjangkit penyakit itu.
Kamu adalah air dalam gersangnya musim kemarau sepanjang bulan september. Jika semangatmu menggebu, ku pastikan airnya itu sedang membasahi gersangnya tandus di september kemarau. Segar dan menyenangkan.

Sementara untukku, kamu boleh mengisi titik titik disini lagi. Aku tak banyakkan. Aku sepertinya hanya ingin kamu memahami sekelilingmu saja.
Walaupun aku tau, tentang kerinduan, pertemuan dan sayang yang kadang membuat suatu dinding terkokoh harus tergoyahkan.

Lalu secangkir hot asian dolce latte ini? kenapa tak dua saja, agar kita bisa meminumnya sendiri-sendiri.

Bukan. Bukan maksudku seperti ini.

Lihat secangkir hot asian dolce latte di depan kita, di atas meja dan di hadapan dua pasang bola mata milik kita.
Itu hanya secangkir hot asian dolce latte. Kamu meminumnya, selanjutnya aku. Rasanya sama bukan? Jika kamu merasakan pahit, aku juga akan merasakannya. Jika kamu merasakan manis, aku juga turut merasakannya. Jika kamu merasakan hangat yang menjalar ke dada, aku juga merasakannya.

Apapun yang kamu rasakan, aku harus merasakannya.
Jatuh, sakit, perjuangan, kegagalan, bangkit, cinta, sayang, bosan, rapuh dan semangat tentang kata yang dinamakan "kesuksesan".

Kita berjalan bersama, memperjuangkan cerita tentang naskah yang dinamakan "masa depan".
Bukankah takdir ada yang masih bisa diubah?, dan aku ingin kita membuat naskah takdir kita berdua. Tentang memperjuangkan dan diperjuangkan. Saling melengkapi, saling mengisi, saling memahami, saling menguatkan dan saling mendoakan.

Jadi apa kamu sudah bisa mengerti, kenapa aku ingin kamu duduk satu meja denganku bersama secangkir hot asian dolce latte?
Agar kita bisa merasakan perjuangan menikmati hot asian dolce latte.
Dari pembuatannya, panas dan menunggunya menjadi hangat, ditiup dengan tangan yang menggenggam cangkir. Meminum, lalu melihat cangkir kosong yang telah kita nikmati berdua. Sama rasa dan selamanya.