"Nonton yaa nanti" katanya.
Okeh lupain borang, lupain realita hidup yang semerawut akhir-akhir ini dan mari kita cerita.
Ada dua film yang mau dibahas malam ini. Judulnya Natalan dan Lamentun; lemari.
Ini dua film pendek yang berbeda. Digarap berbeda oleh dua orang yang berbeda tapi latar tempatnya sama di Jogja dan ceritanya kalau disambungkan cukup masuk.
Jadi inti cerita kedua film ini adalah tentang cinta seorang ibu yang tiada pernah mengenal kata habis kepada anak-anaknya.
Lemantun; lemari.
Spoiler tentang film ini, seorang ibu mempunyai lima orang anak dan keempat anaknya adalah orang-orang yang bisa dibilang sukses dan bergelar, hanya ada satu anak ibu itu yang tidak mengenyam pendidikan setinggi saudara-saudarinya, Mas Tri namanya.
Suatu ketika si ibu memanggil semua anaknya dan berkumpul di rumah joglo mereka, dan si ibu hendak memberikan warisan kepada mereka. Warisannya bukan tanah atau rumah, tapi sebuah lemari.
Dari awal film ini, mereka semua duduk di kursi kecuali Mas Tri, dia duduk di lantai dan membawakan teh kepada saudara-saudaranya dan ibunya sendiri. Kesenjangan sosial tergambarkan disini, akan ada rasa minder yang datang sendiri dari hati kita ketika melihat saudara-saudara kita lebih berhasil daripada kita. Padahal kalau mau menuntut Mas Tri bisa saja duduk diatas karena dia kakak, dan biarkan saja anak yang paling bungsu yang duduk dibawah tapi tidak dilakukan oleh Mas Tri hanya karena dia menghargai dan menyadari dirinya seperti apa.
Lalu ada satu dialog kakak tertuanya yang adalah seorang Doktorrandus yang mengatakan kepada adik perempuannya harus menuliskan titlenya dengan benar. Sama seperti orang orang zaman sekarang, kamu akan dihargai ketika kamu bergelar atau memiliki sesuatu karena cuma modal berbuat baik saja itu tidak cukup, karena semua itu bersifat semu.
Lalu anak-anaknya disuruh mencari lemari-lemari mereka itu dirumah, sesuai dengan nomor undian yang sudah didapatkan dari ibunya tadi. Kata ibunya, itu adalah lemari yang dipakai oleh mereka dulu waktu masih kecil, jadi setiap si ibu melahirkan anak, almarhum ayah mereka akan selalu membelikan lemari baru untuk mereka. Lanjut ceritanya, si ibu pun meminta mereka semua untuk membawa lemari itu pulang atau di denda seratus ribu rupiah per hari kalau masih ada lemari itu dirumahnya. Lalu keempat saudara Mas Tri pun mulai menelfon jasa pengangkutan barang untuk membawa lemari warisan itu. Saat sedang mengangkut lemari-lemari itu hampir semuanya dibantu oleh Mas Tri, mendorongnya ke dalam mobil, mengikatkan tali supaya tidak jatuh dan bahkan mengambil bensin dari tetangga untuk mengisi bahan bakar di motor yang akan mengangkut lemari milik saudaranya.
Mas Tri tinggal bersama ibunya, lemarinya terletak di dapur dekat tungku. Mas Tri hendak memindahkan lemarinya dan si ibu melarangnya, katanya nanti saja jika sudah punya rumah sendiri baru kamu pindahkan lemarinya jangan buat malu dengan menyusahkan orang lain Tri.
Lalu si ibu pergi mandi. Ada satu adegan yang epic menurut saya, bagian Mas Tri meringkuk ke dalam lemari pemberian ibunya.
Di akhir cerita lemari pemberian ibunya kepada saudara-saudaranya itu ada dimana-mana, termasuk di tukang loak hanya punya Mas Tri yang di pakai untuk menjadi tempat berjualan bensin miliknya.
Cerita sederhana dengan metafora dan ledakan emosi yang indah serta pesannya sampai ke penontonnya. Jadinya bisa mikir kemana-mana, pikiran kita dibuat liar.
Jika dianalogikan lemari itu adalah rahim seorang ibu. Rahim seorang ibu yang telanjang, tanpa sutra atau lencana-lencana apa-apa, diletakan dan digantungkan semuanya. Maka Mas Tri adalah anak yang dapat menjaga rahim pemberian ibunya dengan sangat baik. Rahim seorang ibu yang rela dibagi dengan anak manusia lain, dibiarin tinggal sembilan bulan lamanya, dirawat dan dijaga dengan sangat baik. Penuh dengan cinta yang tidak bersyarat. Tempat bagi anak-anaknya untuk menaruh "dirinya". Menaruh pengalaman, pengorbanan, dan waktu. Menunjukkan bahwa bagaimana seseorang yang begitu tulus merawat.
Bagi anak-anak si ibu yang berlegacy, sudah tidak terlalu penting lagi cinta dan kasih sayang seorang ibu itu. Beda dengan Mas Tri yang tidak hanya mendayagunakan dan memberi arti bagi "lemari" itu sendiri bagi hidupnya, melainkan ia mau menjaga lemari itu seperti merawat ibunya sendiri. Membalas pengorbanan panjang yang telah dilewati ibunya dari setiap kelahiran yang ditandai dengan "lemari" itu.
Mas Tri adalah yang terakhir menemukan lemari itu, ketemunya di dapur lagi. Lemari tua tempat penyimpanan makanan atau alat makan. Ada satu makna yang cukup menyentil saya disini, kalau dalam keluarga atau dalam sebuah persaudaraan akan ada yang berkorban apapun dalam hidupnya demi perut anggota keluarganya harus terisi, itu yang dilakukan oleh Mas Tri. Tidak mengapa aku mendapatkan lemari tua di dapur asalkan saudara-saudaraku harus terlihat menawan saat diluar sana.
Ada bagian dimana ibunya memperingatkan untuk segera mengangkut lemari itu dari rumahnya. Rasanya ibu adalah orang yang paling bijak dalam hal menanyakan ketulusan hati anak-anaknya tentang apa makna rumah bagi mereka. Apa itu tempat tinggal mereka sendiri saat mereka telah sukses atau sepetak joglo tua yang sarat akan kenangan yang tengah dihuni oleh ibunya. Denda seratus ribu bisa diibaratkan bahwa uang atau jabatan atau kesuksesan bisa menjadi magnet seseorang untuk memindahkan hati ke tempat yang nun jauh disana yang mereka kira akan lebih baik. Kenangan boleh tersimpan dalam lemari masing-masing, hanya saja mungkin mereka lupa bahwa serpihan hati mereka masih terikat di setiap sudut rumah.
Ini perkara egois dan pengertian anak ke orang tua sebenarnya, kita sering sekali bertindak cuma ngayemi orang tua tanpa memikirkan hal yang lain.
Satu percakapan lagi yang ditanyakan oleh adik laki-laki mereka oleh kakaknya yang dokter "Mba, Mas Tri kae kegiatane opo toh?" terus di jawab sama kakaknya yang dokter "Yo isih ngono kae, dodolan bensin ngono kok".
Kalau saya adalah saudara mereka, maka disetiap saya mengunjungi ibu di rumah joglo itu saya akan berterima kasih kepada Mas Tri karena sudah mau merawat ibu menggantikan kami semuanya. Karena pekerjaan merawat orang tua adalah pekerjaan yang paling mulia dan sekarang ini menjadi tidak begitu penting lagi. Karena di zaman sekarang ini orang-orang memikirkan kalau mempunyai sesuatu untuk dibanggakan itu adalah kepuasan dan kunci menuju surga.
Lemari itu juga menyiratkan berjuta cerita yang terucap dan tidak. Jadi saksi hidup sejak kecil hingga fase hidup menjadi dewasa. Ibarat sebuah personifikasi, di dalam lemari sendiri benda-benda yang ada di dalamnya itu akan bercengkrama satu sama lain, menceritakan pengalaman orang yang memakainya. Bagi pemiliknya bisa menjadi semacam flashback untuk menceritakan tentang hidup di masa lalu. Melihat cerita hidup sebelumnya dalam bentuk kenangan. Tinggal siapa yang bisa merawat kenangan itu, menghargai dan berdiskusi dengan masa lalu sebagai bekal perjalanan ke masa depan.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang banyak memberi namun sedikit menerima dan terlihat.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang selalu ikhlas tanpa mementingkan apa balasannya.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang selalu memberikan yang terbaik untuk ibunya dibanding saudaranya.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang tidak punya banyak harta tapi memiliki banyak kepedulian terhadap orang dekatnya.
Mas Tri adalah gambaran manusia yang dianggap "tidak penting" namun memiliki peran yang sangat berpengaruh.
Saya yakin selalu akan ada orang-orang seperti Mas Tri di hidup kita.
Yang terpenting bagi saya adalah Mas Tri mengeluarkan lemari itu dari rumah dan membuatnya menjadi sesuatu yang sangat berguna.
Natalan/December
Cerita ini cukup nyambung dengan cerita saya. Anak rantau yang sudah terlalu lama jauh dari rumah, bahkan nyanyian-nyanyian itu sudah menjadi rindu.
Melewatkan beberapa kali natal jauh dari rumah sungguh berbeda rasanya. Karena beberapa hal saya memilih untuk natalan jauh dari rumah. Pasti sedih hati orang tua saya tapi apa yang bisa saya lakukan karena ada beberapa hal yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi menurut saya itu egois, karena orang tua hanya menginginkan kita menghabiskan waktu bersama mereka.
Jadi, singkat cerita dari film ini adalah seorang anak laki-laki tunggal yang berjanji kepada ibunya untuk pulang merayakan natal di rumah ibunya di Jogja bersama istri dan anaknya. Mereka menempuh perjalanan darat dari Jakarta menuju Jogja. Kebetulan si anak laki-laki ini sudah lama tidak pernah pulang dan merayakan natal bersama ibunya. Ibunya begitu bersemangat untuk menantikan hari itu, ibunya pun ke pasar dan membelikan daging dan segala macamnya untuk dimasakkan nanti. Natal bersama anaknya, orang tua siapa yang tidak mau. Gelisah hati ditepisnya begitu saja oleh si ibu karena anaknya juga belum tiba di rumah. Ibunya sudah dandan cantik, memakai sanggul dan menata meja. Beberapa kali si ibu menelfon anaknya tapi tidak diangkat. Lalu si anak laki-laki ini mampir membeli martabak manis di Jogja. Ibunya masih menunggu, sambil membaca alkitab dan akhirnya tertidur. Singkat cerita, ternyata si anak merayakan malam natal bersama keluarga istrinya di Solo. Lalu ketika jam menunjukkan pukul sebelas malam, si anak nelfon ibunya. "bu, maaf yaa aku malam natal kali ini sama keluarga Dinda di Solo, nanti hari rabu aku kesana ya. Maaf ya bu" lalu si ibu pun menjawab "iya tidak apa-apa nak, aku juga belum nyiapin apa-apa. Selamat natal ya kamu, salam buat semua disitu. Tuhan memberkati"
Ini yang selalu menjadi perdebatan semua anak laki-laki di dunia ini, silahkan tanya kepada ayah kalian. Betapa mereka kebingungan harus mendahulukan yang mana dulu, orang tua sendiri atau orang tua pasangan disaat moment penting seperti natalan atau lebaran misalnya.
Peran anak lanang si ibu disini kebanyakan diam, yang menggambarkan kalau ada perang batin yang sedang di alaminya, harus mendahulukan siapa.
Tapi saya berpikir adalah benar kalau menikah itu perkara menikahkan kedua keluarga besar bukan cuma dua insan. Butuh banyak pengertian dan beberapa negosiasi menurunkan ego kalau masalah-masalah seperti ini.
Kebanyakan para wanita itu berpikir kalau mereka itu yang selalu diindahkan oleh sebab itu sang suami pun harus menuruti semuanya, tapi kadang wanita-wanita ini lupa kalau sebelum mereka hadir di dunia para lelakinya ini ternyata ada sesosok wanita yang begitu berpengaruh dan sangat dicintai oleh lelaki mereka yaitu ibunya.
Ibuku adalah ibumu dan ibumu adalah ibuku. Keluargamu adalah keluargaku dan keluargaku adalah keluargamu. Kira-kira begitu yang dulu saya belajar dari ayah dan ibu saya.
Di film ini mengupas dengan begitu detail tentang kehidupan kita sekarang ini :
Kalau orang lain kadang justru lebih mengkhawatirkan ibu kita sendiri daripada kita.
Ada adegan dimana seorang wanita yang bantu-bantu dirumahnya yang begitu khawatir kalau si ibu sendirian di rumah.
Setiap orang tua tidak pernah mau kalah pamer tentang kehebatan anaknya kepada orang tua yang lain.
Ada adegan dimana ibu-ibu yang nganter undangan natalan yang bilang kalau anaknya juga pulang pakai pesawat garuda dan karena tidak mau kalah si ibu pun bilang anak saya juga kok pulang dengan pesawat.
Kedatangan seorang anak menjadi moment yang dinanti dengan persiapan yang maksimal.
Sebagai anak yang sangat jarang pulang, saya menyadari hal ini. Karena setiap mendengar berita kepulangan saya semua orang dirumah akan segera menyiapkan makanan-makanan favorite saya tanpa saya meminta lebih dulu, hal itu juga sama dilakukan oleh si ibu. Si ibu pergi berbelanja di pasar, bahkan mencari dimana lagi tempat jualan daging karena saat ia sampai disitu tempat jualan daging sudah tutup.
Seorang ibu harus punya hati yang lapang karena sewaktu-waktu ia bisa ditinggalkan oleh anaknya. Karena cinta itu berarti siap untuk melapaskan bukan? sebesar itu hati seorang ibu.
Mereka itu adalah makhluk hidup yang sengaja diciptakan Tuhan dengan mode hati yang berbeda, begitu lapang, begitu luas dan penuh pengertian. Kadang ibu bisa bilang tidak apa-apa tapi sebenarnya itu adalah kalimat pengingkaran yang sangat sangat pilu.
***
Ada satu cuitan twitter dari Mas Wregas yang ngedirect film Lematun itu, dia ngomong gini "Mungkin peran saya di dunia tidak sebesar kakak atau adik saya yang sukes. Peran saya hanya merawat ibu di rumah. Saat ibu menunggal, saya akan kehilangan peran itu, tapi saya yakin setelah ini ada yang akan membutuhkan saya lagi. Meski hanya satu orang, tapi saya merasa hidup. Itu kata Pakdhe saya"
Maka daripada itu, jika kalian tidak sanggup memuliakan orang tua kalian, maka muliakanlah saudara atau orang yang merawat dan mendedikasikan hidupnya untuk orang tua kalian.
Pepatah tua ini sungguh menggelisahkan hati saya "satu ibu bisa mengurus sepuluh anak dan menjadikannya berhasil tapi sepuluh anak yang berhasil tadi belum tentu bisa mengurus satu ibu"
***
Diakhir percakapan saya dan sahabat saya, dia pun berpesan "Jangan lupa pulang lu ya"
Pulang. Sesuatu yang selalu hanya sebatas niat saya lalu perlu sedikit paksaan untuk bisa pulang ke rumah. Mungkin ini harus dirubah sedikit pola pikir ini. Semoga selalu berkah semua yang saya kerjakan dan berkat mengalir terus agar bisa terus pulang.
Setelah pandemi ini, jangan lupa pulang. Bilang terima kasih kepada mereka semua yang kalian sayang selagi mereka masih ada ya.
Selamat menabung rindu, semesta terus menyirami dan memupuknya kelak berbunga dan kau petik untuk bawa pulang.
Kak sering2 update dong hehe
BalasHapusHallo, selamat siang. Maaf yaa belakangan ini jarang update, nanti akan diusahakan untuk lebih banyak berbagi cerita disini.
HapusAnw, terima kasih sudah mampir dan membaca ceritaku disini.
Semesta memberkatimu :)