Jakarta, ibukota negara Republik Indonesia. Tempat
dimana semua asa dan mimpi bermodalkan sedikit nekat dan percaya dibawa pergi
jauh dari rumah, tempat paling nyaman seantero jagad raya. Membawa mimpi dengan
iming-iming segera kembali membawa kesuksesan. Tapi Jakarta tak selamanya
manis, ia menawarkan mimpi tapi ia juga membuatmu senewen. Kau harus punya 1001
cara supaya bisa bertahan hidup, otakmu dipaksa keras untuk harus berpikir
sangat cepat dari biasanya.
Jakarta memberimu banyak sekali keindahan ditengah
kemacetan hiruk pikuk kota metropolitan, maksudku bukan sebuah keindahan sebuah
pemandangan yang menyejukkan mata tapi di setiap perjalananmu kamu akan melihat
banyak sekali keindahan yang ada di sisi lain kota yang katanya keras ini. Kamu
masih bisa melihat bahwa ditengah kesibukan dan begitu dinamisnya kehidupan
disini masih ada hati yang manis dan tidak terlalu sibuk memikirkan diri
sendiri.
Suatu hari, saat saya memutuskan untuk berada di
tengah kota yang sebenarnya bukan benar-benar di tengah kota, tempatnya sudah
sedikit ke arah utara Jakarta. Saya memesan Go-Jek dari rumah, di sepanjang
perjalanan saya melihat banyak hal. Kalau dihitung hitung sebenarnya saya akan
lebih memilih kemana-mana naik motor ketimbang harus naik mobil, entahlah saya
semacam punya sebuah keanehan kalau perjalanan terlalu jauh saya suka pusing
apalagi kalau terlalu banyak orang di dalam mobil itu dan terkadang saya merasa
kekurangan oksigen, beberapa teman saya dan orang orang dekat saya paham dengan
keanehan yang satu ini. Ah, ngelanturnya kebanyakan.
Dan saya memilih berada disini;
Hari masih belum terlalu sore, jam di tangan saya
pun masih menunjukan pukul 4 sore tapi saya tak menemukan matahari disana,
samar-samar cahayanya jahil memberi tanda kalau ia masih ada, awan hitam
pertanda akan segera turun hujan. Tapi tempat ini tak juga sepi malah
sebaliknya, banyak orang yang justru berdatangan. Kota tua. Itu nama tempatnya,
siapapun yang pernah ke Jakarta pasti tau tempat ini dan bagi saya foto di
tempat ini adalah hal yang wajib dilakukan kalau berkunjung kesini. Kota tua,
tempat yang dulu dijadikan pusat pemerintahan dari zaman Kerajaan Sriwijaya
sampai berpindah tangan ke VOC lalu Jepang. Tempat yang menjadi saksi sejarah
kalau bangsa kita ini pernah menjadi bangsa terkuat zaman sriwijaya dan majapahit
tapi setelahnya menjadi bangsa yang sangat prihatin karena berratus-ratus tahun
menjadi bangsa jajahan.
Terlepas dari semua itu saya adalah pengaggum
bangunan bangunan bergaya eropa, bangunan dengan gaya industrial yah apa pun
itu, Oma saya adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semua hal ini,
semua hal yang membuatku jatuh hati dengan semua hal yang punya ketertarikan
dengan eropa, beliau adalah orang yang membuatku senang bermimpi kelak akan
berlama-lama disana atau mungkin selamanya. Entah apa, bermimpi itu semacam
punya sebuah keasikannya sendiri, kamu bermimpi itu seperti berdoa siapa tau
nanti doamu terkabulkan, seperti itu.
Beberapa bangunan disini masih terlihat sama dengan
bangunan aslinya, beberapa telah dicat ulang tapi masih dengan warna yang sama,
beberapanya lagi telah dialihfungsikan menjadi tempat makan dan kafe sekedar
untuk menikmati sorenya Jakarta bergaya Belanda.
Di tempat saya ini bangunannya masih sangat sangat
sama seperti aslinya, hanya ditambah beberapa kursi agar bisa dipakai orang
untuk duduk, tapi kursi dan mejanya pun masih dengan sentuhan Belanda yang
besar besar dan berat. Manis.
Dapurnya pun masih bergaya Belanda, saya sempat
menengok sekilas saat antri untuk membayar.
Oh ya, omong-omong ini adalah sebuah kafe, nama
kafe ini adalah kedai seni djakarta.
Cappuccino panas adalah pilihan saya untuk
menghabiskan sore disini. Mereka punya banyak sekali makanan disini dan enak
enak, kamu bisa menemukan banyak sekali makanan masa kecilmu disini, saya lupa
apa makanan yang saya makan kemarin tapi diatasnya itu ada gula yang diberi pewarna
agar terlihat menarik, semacam biskuit yang kalau kamu makan kamu akan
menyisakan biskuitnya.
Sore adalah waktu yang tepat untukmu memberikan sedikit rasa lega bagi dirimu yang telah lelah bekerja seharian. Ngopi atau ngeteh, sendiri atau beramai-ramai terserahmu saja, lakukan semuanya yang bisa membuatmu bahagia. Jangan terus membahagiakan orang lain tapi kamu lupa kalau dirimu juga butuh untuk dibahagiakan. Berilah itu sesekali, tak ada yang salah dari itu.
Btw, mereka punya cappuccino
yang enak, tidak salah sore itu saya mampir kesini.
Kamu bisa memasukkan kafe ini ke dalam list weekendmu. Dia berada tepat di sebelah kanan Museum Fatahillah, sejajar dengan Bangi Kopitiam. Disana ada banyak sekali kafe kafe seperti ini, mungkin lain kali saya akan kesana mampir di setiap kafe itu.
Oh iya, kafe ini punya banyak sekali spot untuk feed
instagrammu. Saya jatuh cinta dengan spot yang ini sedari pertama saya masuk ke
kafe ini. Dia punya meja yang tinggi dengan kursi-kursi tinggi seperti di bar
dengan dinding batu bata yang dicat warna coral.
Malam pun datang, langit Jakarta sudah gelap
lampu-lampu jalan sudah dinyalakan, saya memilih untuk kembali, dan ternyata
banyak yang baru memulai kehidupan. Kota ini menawarkan banyak sekali mimpi,
yang berani menantang nasib dan menurunkan sedikit ego dia adalah orang yang
akan bisa bertahan disini. Ada penjual gulali disana, makanan masa kecil yang
manis tapi cepat membuat haus berwarna merah muda yang dijual abang-abang
menarik perhatian saya yang sedang mencari cari bapak uber. Seperti anak kecil
yang mendapat hadiah, teman saya melahapnya dengan mata berbinar binar. Oh iya,
saya tidak sendiri sebenarnya, saya membawa seorang teman, belum pernah saya
ceritakan di cerita saya yang lalu-lalu. Sebut saja dia manis. Tapi dia bukan
kucing, hanya saja kalian boleh memanggilnya manis.
Kami tidak benar-benar pulang. Dalam sebuah
perjalanan terkadang membuat rencana dadakan itu akan sangat dengan cepat
terealisasi ketimbang harus berencana jauh-jauh hari, maka hari itu kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat yang lain.
Jakarta tidak terlalu padat malam itu, supir uber
yang kami tumpangi adalah seorang parubaya beranak dua dan beristri satu, ia
bercerita banyak dari tempat-tempat yang ia pernah singgahi waktu dulu masih
bekerja sampai tentang pemerintahan bangsa ini. Saya sedang berselera untuk
menanggapi pembahasan seperti ini, karena biasanya saya akan diam di kursi belakang
dan menghabiskan waktu di jalanan tenggelam dalam pikiran saya yang meloncat
kesana dan kemari menerawang jauh ke jalanan di luar. Iya saya memang seperti
itu. Maklumi saja.
Kami memasuki daerah pertokoan di daerah Selatan
Jakarta. Dan berhenti tepat di sebuah tempat yang sering saya kunjungi kalau
kalau saya benar benar membutuhkan kopi dan ketenangan. Satu dari sekian banyak
tempat.
Tau tempat ini? iya, tempat yang sangat sangat
terkenal itu akibat menjadi salah satu tempat syuting film yang cukup terkenal
di kalangan anak muda. Filosofi Kopi. Tempatnya di daerah Melawai, Blok
M.
Kalau ditanya di bagian mana saya bisa tenang
disini padahal disini banyak orang dan terlalu banyak kesibukan disini,
lagi-lagi saya menyebutnya adalah sebuah keanehan. Saya senang memperhatikan
banyak orang yang berada disini, sibuk dengan banyak sekali pembicaraan mereka,
sibuk dengan diri mereka sendiri. Entahlah kota ini telah padat entah itu
dipaksakan atau memang sengaja memaksakan sehingga meredam segala sesuatu termasuk ekspresi, keinginan, hasrat, pikiran bahkan fantasi. Kota ini terlalu
sibuk menjadi pemerhati yang baik, entah itu membantu untuk kemajuan di hari
yang akan datang atau malah memojokkan. Banyak jiwa yang sebenarnya
berpura-pura disini, berpura-pura berbahagia padahal bisa dibilang ia adalah
sedang berpura-pura, termasuk saya, kami terlalu piawai memainkan peran kami
sehingga semuanya terlihat baik-baik saja. Dan di tempat ini saya bisa melihat
kesamaan, kesamarataan, setidaknya di tempat ini saya melihat ada tempat dimana
orang berpakaian sebagaimana seharusnya mereka berpakaian. Entahlah saya hanya
orang yang malas berkomentar banyak tapi sejujurnya saya tidak suka melihat
sesuatu yang sebenarnya tidak pada tempatnya, seperti menggunakan baju yang
seharusnya dipakai ke pesta tapi malah dipakai ketempat yang lain, ke gereja
misalnya atau kemana saja. Iya baiklah, itu milik kalian dan tak usah
berkomentar, iya baiklah.
Pesanlah secangkir Vanilla latte dari barista di
depan, ia akan bercerita tentang apa itu kopi kepadamu, semacam sejarah singkat
lalu diakhirnya kamu akan menemukan filosofi dari yang kamu minum saat kamu mengambil
pesananmu, kira-kira begitu yang ada di film dan itu yang ada di pikiran saya
saat memutuskan kala pertama saya kesini, tapi ternyata tidak, ada kekecewaan
yang muncul tapi segera terobati dan tempat ini segera mendapat pemaafan karena
Vanilla lattenya memang enak, kamu boleh mencobanya jika mau kesana.
Jangan datang pas weekend atau saat sore, kamu akan
kesusahan mencari tempat duduk, atau mungkin kamu akan kebagian tempat duduk
tapi diluar, mereka punya kursi kursi juga supaya kamu bisa menikmati kopimu di
trotoar pertokoan itu. Ini yang menjadi masalahnya, dulu sempat saya mengajak
kekasih saya kesini dan terjadilah percekcokan antara kami hanya karena tempat
duduk di dalam dan di luar, yang menurutnya adalah sesuatu yang tidak akan
membuatnya kembali lagi kesini sekalipun saya merengek seperti anak kecil
memintanya menemani meminum kopi disini, dan ternyata tak ada pemaafan yang dia
berikan walaupun minuman dan makanan mereka enak. Ah dasar si keras kepala.
Oh iya, sesekali jika kamu beruntung, kamu akan
bertemu beberapa artis kenamaan tanah air yang menghabiskan waktu mereka disini
termasuk mereka yang membintangi film yang judulnya sama dengan nama tempat
ini. Dan lagi-lagi ini yang membuat satu kalimat ketus keluar dari mulut
kekasih saya "kalau bukan mereka yang katanya artis ini yang punya tempat
ini pastilah tak ada orang yang akan datang kesini". syalalalala.
Jakarta masih hidup dan belum tertidur jam seperti
ini. Jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 9 malam. Jalanan Jakarta masih sangat
ramai, belum lelah ternyata. Jakarta diwaktu malam bagi saya sangat indah,
entah kenapa. Bukannya semua orang berhak menyukai apa pun, asalkan dia senang
bukan?
Ke Cikinilah kita, itu yang dikatakan manis.
Cikini, di pusat Jakarta, tempat dulu pernah ada di
masa kecil saya, samar-samar namun jelas. Masa kecil saya dulu senang sekali
melewati jalanan ini bersama mama. Di samping jalanannya berjejer pertokoan
dengan gaya eropa, bangunannya juga sudah lama dan mirip mirip jika dilihat
dari luar hanya interiornya saja yang diganti tapi ada beberapa yang masih
mempertahankan bentuk aslinya. Disini ada banyak sekali kafe dan tempat makan,
tapi tak pernah akan kalian temukan anak muda atau anak kuliahan, kalau ketemu
paling hanya satu dua.
Bentukannya yang bagus membuat saya segera memasuki
tempat ini, dan ini bukan kali pertama saya kesini. Disini ada dua tempat yang
menjadi tempat favorite saya, dan tempatnya bersebelahan kamu hanya perlu
berjalan kaki. Kedai Tjikini.
Disini saya bisa betah berlama-lama, bisa dari sore
sampai mereka benar-benar close baru saya angkat kaki. Jangan tanya saya
kenapa, karena saya pun tidak mengerti apa yang hendak saya jawab. Mereka punya
kopi susu yang enak.
Saya lupa kalau perut ini belum terisi sejak tadi
dan nyeri ulu hati sudah mulai, iya kamu cukup batu. Tidak ada kopi untuk
mengakhiri hari ini, diganti teh dan semangkuk bubur ayam agar segera berdamai.
Tempat ini punya kaca yang bisa langsung membuatmu
melihat kearah jalan raya, tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat disini
mungkin karena sudah hampir larut.
Dan kami baru benar-benar pulang saat waktu hampir
menunjukan hari akan segera berganti.
Ini dia manis. Si nona manis berdarah Toraja tulen,
yang kebetulan dibesarkan di Ambon dan mengaku-ngaku dia adalah orang Ambon
padahal tidak. Tapi sebenarnya saya tau kenapa dia akan menjawab seperti itu
lika ada orang bertanya kepadanya dari mana asalmu, begini kira-kira, jika kamu
dilahirkan dan dibesarkan disuatu tempat kamu akan menaruh hatimu disitu tanpa
kamu sadari, sekeras apa pun darah yang mengalir dalam dirimu dan bahkan
menjadi identitasmu karena kebetulan kamu menyematkannya di akhir namamu, tempatmu
dilahirkan dan dibesarkan memberikan banyak kenangan kepadamu dan membuatmu
menjadi sering merindu diam-diam untuk kembali, entah kapan tapi nanti suatu
saat. Iya, saya juga rindu.