Selasa, 27 Februari 2018

Mungkin ini Sebuah Puisi; Jiwa.

Ketika dua jiwa jatuh cinta, semata ada kerinduan untuk terus bersama.
Tidak ada selain itu. Kehadiran dirasakan melalui tangan yang tergenggam, bisikan yang terdengar, atau senyuman yang terlihat.

Jiwa tidak memiliki kalender dan jam. Mereka tidak memahami waktu dan jarak. Mereka cuma tahu yang benar adalah bersama satu sama lain.

Itulah alasan mengapa kau sangat merindukan seseorang ketika ia tidak ada, bahkan jika dipisahkan selapis dinding tipis. Jiwamu merasakan ketiadaannya, tidak peduli keterpisahan itu sementara.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Bolehkah aku bertanya sesuatu?
Untukmu boleh apa saja.
Setiap kali kita mengucapkan selamat tidur, mengapa terasa seperti kecupan perpisahan?








Senin, 05 Februari 2018

Patung perunggu prajurit berkuda di Liberty Park

Sebut saja ini cara menghibur diri sebelum ujian. Pergi nonton. Kegiatan ini sebenarnya sudah dilakukan dari zaman masih preklinik, semacam memberi diri sebuah jeda untuk bersenang-senang sebelum benar-benar akan terbenam di antara banyak sekali tulisan yang selalu berhasil membuat gumoh, pusing, tidur selalu terjaga, bangun pagi muka selalu lesu. Kalian juga begitu? saya selalu seperti itu. Walaupun sebenarnya sudah dibaca baca dulu sebelumnya tetap saja akan panik di H-4 ujian.

Ketika saya menulis ini hari sudah hampir berakhir dan sudah H-2 ujian. Tapi anggap saja ini jeda. 

Sebelumnya belum ada pengalaman saya mereview sebuah film yang saya tonton, tapi kali ini saya ingin berbagi sedikit, karena sebelumnya saya sudah membaca beberapa buku yang berkaitan dengan film ini. Rasanya segenap umat di bumi ini tau tentang kejadian ini, kalau kalian belum lahir pada zaman itu, kalian akan diceritakan oleh guru sejarah kalian saat disekolah, atau kalau kalian senang membaca kalian pasti akan menemukan banyak hal yang luar biasa disini.

Sebelumnya saya mau nanya, kalian termasuk orang yang senang menonton? kalau saya iya. Apa film yang kalian gemari, action atau drama atau comedy atau kartun? kalau saya semuanya asalkan reviewnya bagus. Saya tipe orang yang akan pergi nonton karena review film itu bagus. Jangan bilang saya pelit, hanya saja saya mirasa rugi jika membeli ticket untuk nonton dan ternyata filmnya tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Iya itu saya.

Baiklah mari kita mulai. 
Hari ini saya ingin berbagi cerita tentang film heroic dari negara adikuasa, Amerika Serikat. 

Film ini baru saja di putar di biskop beberapa hari yang lalu. Kalau tidak salah film ini baru serenatak di putar di bioskop kesayangan kalian semua, kita semua akhir january kemarin.
Yap! 12 strong. Itu judul filmya. Ada yang sudah pernah nonton? 


Terakhir saya menonton film di bioskop minggu kemarin, nonton Dilan. Lalu teman saya memberi tau ada film ini dan di situ masih coming soon. 

Jadi sebelum dimulai. Pertama yang harus dilakukan adalah, tolong singkirkan sejenak kesan yang mungkin muncul dari film peperangan garapan Hollywood. Yep, ini film peperangan!
Apa yang pertama terlintas di pikiran kalian saat membaca kalimat diatas? 
Film peperangan garapan Hollywood terkadang bagi sebagian orang sangat lekat sekali dengan cerita Rambo dan anti-kalah. 
Sekarang tolong hilangkan juga rasa curiga bahwa produk sinematik bertema perang ala Amerika adalah upaya unjuk gigi atau gagah-gagahan semata, semacam show of force.

Film besutan Nicolai Fuglsig yang juga adalah seorang jurnalist foto berpengalaman kelahiran Denmark ini merupakan refleksi dari sikap patriotisme, rasa cinta kepada keluarga dan keinginan kuat untuk menjalin persahabatan. 
Karya sinematik yang diadaptasi dari sebuah buku non fiksi karangan Doug Stantot berjudul Heroes Soldiers yang di terbitkan pada tahun 2009 silam ini mereka cerita 12 prajurit Amerika yang untuk pertama kalinya, sesaat setelah tragedi 9/11, dikirim ke medan tempur di Afganistan.

Selusin prajurit di bawah komando Kapten Mitch Nelson yang di perenkan oleh Chris Hemsworth ini boleh dibilang semacam "kelinci percobaan". Sebuah label yang tidak dihiraukan sama sekali oleh 12 prajurit Amerika itu langarna enggan melihat aksi kejam kelombok Talibaan dan Al-Qaida di Amerika setelah tragedi 9/11. Suatu upaya yang harus dilakukan dengan cara menggempur habis markas kelompok tersebut.

Untuk melakukan hal tersebut, Nelson dan sebelas prajurit lain diantaranya, Hal Spencer yang diperankan oleh Michael Shannon dan Sam Diller yang diperankan oleh Michael Pena, ditugasi untuk melakukan pendekatan terhadap salah satu kelompok Aliansi Utara yang menyimpan dendam kepada kelompok Talibaan. Tujuannya agar upaya penyerangan ke sebuah markas Talibaan berama Mazar-i-sharif bisa ber jalan efektif dan efisien dengan bantuan kelompok Aliansi Utara itu.

Rupanya sebelum misi utama itu berjalan, sebagian prajurit yang kala itu, berdasarkan informasi dalam buku Horse Soliders, berusia sekitar 30 tahun harus melalui tantangan pertama yakni berpamitan dengan istri dan anak mereka. Ini bagian yang sampat membuat saya berkata kepada dua teman saya, apa rasanya berpisah dengan orang-orang yang kalian cintai tapi kamu tidak tau kamu akan pulang atau tidak, kalian tidak tau kalian akan pulang dalam kendisi hidup atar sudah mati, kalian tidak tau kalian akan pulang sempurna sama seperti waktu kalian pergi atau cacat. Jadi menurut saya, menjadi seorang istri atau suami atau anak dari seorang prajurit atau TNI kalau di Indonesia, itu adalah hebat, kenapa? karena orang-orang itu adalah orang-orang dengan hati yang sangat besar merelakan kekasihnya pergi tanpa tau apakah nanti dia akan pulang atau tidak. Mereka hanya bisa berdoa dan terus berharap semoga bisa bertemu. Berapa banyak rasa yang bergejolak dalam hati, antara harus menenangkan diri sendiri dan anak dan tetap berdoa semoga kekasihnya selamat dan segera pulang. Hebat? Iya.

Nelson yang baru saja pindah tugas ke dalam kantor, tidak lagi bekerja di lapangan dengan tujuan agar bisa menghabiskan hari bersama keluarga, harus berpamitan untuk sementara waktu dengan istri dan anaknya. Tentu saja dialog intim diantara suami-istri itu terjadi dan meninggalkan pesan yang kuat dari mulut sang istri; "it doesn't matter on how long you go, as long as you are back"
Begitu juga dengan Spencer dan Diller, mereka terpaksa harus meninggalkan keluarga mereka untuk pergi bertempur di Afganistan. Istri Spencer pun menubar semacam "ancaman", tentu saja lantaran cintanya yang mendalam kepada Spencer, dengan mengatakan "I love you when you are back". Keresahan yang juga coba disimpan ole istri Diller saat mendengar suaminya akan berlaga di merdan tempur yang ganas.
Kau tau, melepas seseorang itu adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit apalagi ia akan pergi tanya kau bisa meraba hari esok apakah ia bisa kembali. Yang ia tau adalah percaya bahwa doanya selalu menyertainya untuk kembali. Ia tau cinta kadang bisa membre semacam penguatan dan rindu semacam batu bara untuk terus membakarnya. Cinta itu adalah omong kosong yang paling manis, ia gila dan tentu saja manis. 

Belum juga sampai disitu. Berpisah dengan keluarga untuk waktu yang tidak tau sampai kapan dan bisa kembali ke rumah atau tidak ternyata bukanlah satu-satunya tantangan. Tantangan lain datang dari komandan perang Amerika di pangkalan militer di Uzbekistan. Di hadapan Nelson, sang komandan menyebutkan bahwa misi ini tidak mengenal bala bantuan dan panarikan pasukan. Ini misi mandiri sekaligus sangat rahasia. Dan ternyata memang mereka adalah seorang prajurit yang teruji mentalnya. Nelson dan sebelas prajurit tempur yang tergabung dalam US Army Green Berets Operational Detachement Alpha 595 (ODA 595) pantang surut langkah. Keamanan negeri dan keluarga mereka merupakan motivasi mendasar yang mereka miliki. 
Sementara film berlanjut, saya lagi lagi bertanya. Apa nikmatnya hidup di tengah peperangan tanpa kedamaian yang ada hanyalah ego masing-masing dan amarah. Lalu mengapa banyak orang yang ingin sekali membela negara, rasanya terlalu konyol untuk memberikan diri untuk nantinya meninggal cuma-cuma disana. Teman saya berkata, bagi mereka mati di peperangan adalah sebuah kesempatan yang luar biasa, karena mereka membela negara mereka, negara yang mereka cintai. Satu yang mereka punya rasa memiliki dan tenggang rasa. Mereka tau negara ini butuh orang-orang mereka. Maka saya berpikir satu hal, benar apa yang Tuhan bilang, semua orang sudah diberi talentanya masing-masing, tinggal bagaimana kita memperlabakannya saja. Dan iya, mereka memilih memperlabakan talenta mereka di bagian ini, membela tanah air mereka. Rasanya bagi saya kelak mereka akan masuk surga, walau banyak nyawa yang hilang, demi "membela tanah air", mungkin Tuhan punya semacam pengurangan dosa bagi mereka ini. 

Lanjutannya, di medan tempur yang kebanyakan gunung dan jurang itu, mereka akhirnya bertemu dengan pemimpin salah satu kelompok Aliansi Utara, Jenderal Abdul Rashid Dostum, nama kecilnya Dostum yang diperankan oleh Navid Negahban. 
Dalam menjalankan misi penaklukan Mazar-i-Sharif, Nelson dan sebelas prajurit lain mendapatkan banyak pelajaran dari Dostum yang bertindak seperti guru perang di medan terjal milik Afganistan. Mereka dipaksa menunggang kuda dan menempuh perjalanan menusu markas Talibaan yang diketahui kemudian pasukan musuh malah bersenjatakan tank dengan amunisi modern lain. Jadi peperangan ini debut saja peperangan Tank vs Kuda! 12 orang ini adalah simbol perlawanan dan harapan kemanusiaan. Mereka hanya berkuda saja dan harus melawan pasukan bersenjatakan Tank baja.
Tentu saja, meskipun tanpa pasukan militer yang memadai, 12 parjurait ini dipersenjatai peshawar pengebom Amerika yang kapanpun informasi titik koordinat musuh diketahui, bom siap di jatuhkan. Tapu untuk memperoleh titik koordinat itu, prajurit Amerika harus mendekati lokasi musuh yang tidak jarang mengundang desingan peluru, ledakan granat dan bom bunuh diri. 
Pada momen perjalanan menusu markas Talibaan di sisi Selatan Afganistan ini, Nelson kerap kali mendapat wejangan dari Dostum. Di antara pesan yang disampaikannya kepada Nelson adalah a soldier leads with his head, but a true warrior listens to his heart. Sebuah pesan yang juga mengesankan kita betapa perang suku di Afganitan benar-benar telah berakar kuat hingga ke hati. Ada satu momen dimana Dostum berkata "This is Afghanistan, the graveyard of many empires". 

Dari dialog dan sikap kesatria yang ditunjukan Nelson dan Dostum itu, persahabatan antara keduanya terjalin kuat. Pada aspek ini, sang sutradara berhasil menunjukan adanya pengembangan karakter tokoh. Pengembangan karakter yang juga terjadi secara real di dunia nyata lanterna hubungan persahabatan antara Nelson dan Dostum, yang sejar 2014 menjadi wakil presiden Afganistan, tetap terjaga. Ketahuilah dalam menjalin sebuah pertemanan yang seperti ini adalah sangat sulit, Nelson harus benar-benar meyakinkan Dostum kalau ia berada di pihaknya, karena di Afganistan kau akan sangat jarang menemukan orang yang akan berkata kita teman. Di film itu Dostum berkata kapada Nelson, hari ini mungkin kita adalah teman tapi besok mungkin saja kita jadi musuh.

Lalu saya bertanya lagi dan lagi, mengapa mereka bahagia di dalam medan pertempuran, bisakah mereka bahagia dengan cara yang lain? rasanya itu terlalu extreme untuk dibuat tertawa. Tapi lagi-lagi benar, kalau pilihan yang kita ambil tidak pernah salah, kalaupun salah selalu ada jalan untuk membenarkan, itu kenapa pensil selalu diproduksi sama banyaknya dengan penghapus. Terkadang yang menurut kita pahit sekali tapi ada satu moment dimana kita akan sangat bersyukur pernah ada di moment terbawah itu. 

Ini adalah sebuah cerita mengenai prajurit berkuda yang melawan pasukan Tank dengan perlengkapan tempur modern. Cerita yang kemudian di dokumentasikan menjadi sebuah monumen patung perunggu prajurit Green Beret yang tengah menunggang kuda di Liberty Park, dekat Menara Kembar World Trade Center. 
Dalam nuansa kehebatan itu, 12 strong tetap menyimpan kelemahan terutama dalam mengeksplorasi latar belakang 12 angora ODA 595 yang ternyata lebih banyak menyoroti kisah Nelson, Spencer dan Drill. Sementar kita "buta" akan identitas sembilan orang lainnya. 
Sempat muncul pertanyaan dalam diri saya, bagaimana bisa 12 parjurit itu tetap tampil solid di medan tempus Afganistan yang luar biasa sejam itu? Apa elemen yang dapat menyatukan selisin prajurit itu?
Lalu saya menjawab pertanyaan yang saya ajukan kepada diri sendiri itu, rasanya mereka adalah orang-orang yang teramat sangat patuh dan benar-benar terlatih saat mereka sekolah militer. Mereka saling menghormati dan saling menjaga satu sama yang lain, karena sejujurnya yang mereka punya adalah teman-teman itu. 

Hasil gambar untuk world trade center patung berkuda green beret

Ada satu moment yang membuat saya sedih adalah di moment dimana Dostum dan Nelson di Baghlan setelah merebutnya kembali dari tangan Talibaan, ternyata disitu tempat dimana Dostum pernah berkuasa dan di tempat yang sama juga ia melihat keluarganya diambil nyawanya paksa oleh para Talibaan. Emosi yang masih dirasakan oleh Dostum semacam membawa saya juga merasakan hal yang sama, terkadang manusia diciptakan beda-beda, mereka yang baik takan menunjukan sisi gelap mereka, tapi saat sesuatu yang di ambil dari mereka secara paksa apalagi itu adalah sesuatu hal yang disayang oleh mereka, terkadang manusia itu sampai lupa bagaimana caranya memanusiakan manusia. 

Saya mungkin kurang terlalu paham dalam bidang perfilman dan semacamnya, tapi sejujurnya saya cukup mengerti kesulitan yang diambil dari film ini, disetiap momentnya dalam menggambarkan bahaya disana. Ini adalah sebuah kisah yang diangkat berdasarkan kisah nyata dan sebenarnya dari judul saja bisa diketahui akhirnya nanti bagaimana. Tapi diakhir film ini orang-orang akan menghargai mereka sebagai seorang pahlawan. 
Di film ini rasanya sangat minim pengorbanan moralnya, itu yang menurut saya adalah bagian terserunya. Sebentar lagi kalian akan berpikir saya adalah seorang psikopat. Hanya saja benar. Lihat saja pemimpin basukan Talibaan, bandit gedenya, pakainnya saja sudah hitam hitam. Pertama kali melihatnya saja disaat orang ini akan mengeksekusi mati seorang wanita yang mengajari anak-anaknya, lalu apa salah perempuan itu? 
Film ini adalah typical pahlawan melawan penjahat dan dari jarak sangat dekat. Semacam saya flashback ke waktu dimana saya kecil, dimana dari depan rumah bisa lihat orang lari-lari karena dikejar. Waktu SD menyaksikan sendiri waktu mama berdoa di pagar antara perpustakaan negara dan kantor kotamadya dan bom meledak dengan jarak kira-kira 1 sampai 2 kilometer dimana mama berlutut ditengah siang hari dan berdoa. Anak-anak yang lahir pada zaman saya dan mengalami hal yang sama dengan saya tentu paham bagian ini.

Dan pada akhirnya saya hanyalah seorang penikmat film saya tidak mengerti tentang banyak kekurangan saat film itu dibuat dan sudah ditayangkan. Over all, semuanya bagus dan saya terpukau. Terima kasih Fulgsig, kamu bekerja dengan sangat baik.

Sekian.