" Selamat pagi sayang "
Biasanya aku langsung menyapamu melalui pesan singkat di pagi hari, tepat sesaat mataku terbuka - sehabisku mengucap syukur, bahkan saat tubuhku masih berlindung di bawah nyaman dan hangatnya selimut. Namun pagi ini, jariku membeku. tak bisa ku ketikkan apa-apa untukmu. Pesan darimu pun tak kutemukan di layar ponselku. Walau kita sama-sama tahu, siapa yang selalu ada di pikiran kita setiap kita pertama kali membuka mata.
Sebenarnya aku tak ingin mengirimkan ucapan selamat pagi kepadamu. Hanya saja sisa kecewa dan rasa kesal dalam dada membuat jariku kaku, aku masih mencerna pertengkaran kita semalam. Aku masih meresapo betapa kita sama-sama dibutakan oleh emosi dan ego diri sendiri.
"Malam tadi, tidak ada 'kita'. Hanya 'aku' dan 'kamu' yang terjebak dalam hati yang panas dan ruang yang beku"
Kita saling mencela, menyambar kesempatan untuk saling menyudutkan. Lupa bahwa pertengkaran kita tak akan pernah menghasilkan pemenang.
Aku masih ingat betapa semalam kita saling beradu argumen. Masalah sepele berujung pada debat kusir, dengan dua kepala yang sama-sama tak mau memasang telinga. Hanya mulut kita yang berlomba berbicara. Kita sama-sama saling ingin untuk melontarkan pemikiran yang sudah bercokol di kepala.
Dinding ruang yang bisu menjadi saksi betapa kita saling merasa diri paling benar. Kita lupa betapa kita sebenarnya saling mencinta. Lupa bahwa 'paling benar' dan 'paling salah' jadi hal yang tak relevan ketika kita sepakat menjadi 'kita'. Sekilas aku bernostalgia. Betapa dulu kita saling mengalah, tidak merasa perlu mendebatkan sisapa yang salah, dan memilih diam sebagai penyelesaian atau berbicara jika sudah tenang.
Tadi malam pun aku dan kamu diam, namun hanya karena kita sudah sama-sama lelah. Kita tidur, dan masing-masing dari kita membawa segumpal amarah dalam tidur.
Pagi ini aku sudah lebih tenang. Pelan-pelan, kalimat-kalimat kita semalam aku putar ulang.
"Kenapa sih kamu kayak gini? Apa sih yang salah sama kamu?"
"Aku capek. Aku lelah. Aku jenuh. Aku berhenti pada satu kalimat menyerah"
Semalam aku merasa seperti dilemparkan ke tempat asing. Yang ada hanya dirimu, dengan wajah yang tak ramah dalam bayangku dan kata-kata yang mengandung marah. Aku pun merasa tak aman, merasa tak nyaman, tak tahu bagaimana harus membela diri kecuali dengan melampiaskan emosi. Pada akhirnya, kita saling menumpahkan perasaan kita yang sebenarnya tanpa peduli jika itu terdengar menyakitkan.
Paling tidak kini aku menjadi paham apa sebenarnya maumu. Begitu pula denganmu, yang mengerti apa inginku. Perdebatan kemarin malam akhirnya membocorkan segala hal yang selama ini kita pikirkan dan simpan rapat dalam lingkaran kepala. Paling tidak, kini aku tak perlu repot mereka-reka atau berprasangka lagi tentang apa yang kamu rasakan.
Namun kita masih perlu banyak belajar. Belajar mengungkapkan perasaan dengan kepala dingin, dan intonasi yang harus diatur. Belajar mengingat bahwa menyakiti yang lain adalah tindakan masokistis - karena itu sama saja dengan menyakiti diri sendiri. Walaupun kita sedang berseberangan dan berada di dua kubu yang berbeda, tidak seharusnya kita membiarkan emosi memegang kendali.
Pertengkaran ini pun membuatku lebih memahami watak asli diri. Aku yang selama ini kukira dewasa, ternyata masih kekanakan dan mudah tersulut emosi.
Sebenarnya, aku harus berterima kasih karena kamu sudah mau bergabung dan berperan sebagai pihak yang berseberangan. Perdebatan semalam telah sukses menjadi wadah bagiku untuk lebih mengenal diri sendiri dan merfeleksikan diri. Aku sanggup membuka mata bahwa kita memang dituntut untuk menurunkan ego masing-masing untuk bisa saling melengkapi.
Berargumen denganmu semalam juga mengantarkanku pada fakta berikutnya: betapa kita sudah semakin saling mencinta. Bagaimana lagi aku menjelaskan rasa sesal yang ada di dadaku saat ini?
"Perdebatan semalam bisa menjadi bukti betapa kita tak bisa lagi saling segan menyuarakan pemahaman yang selama ini berdengung di kepala masing-masing"
Mungkin perdebatan adalah jembatan kita untuk saling mengenal. Beranikah kau dan aku berjanji untuk lebih dewasa di masa depan?
Kuharap aku tidak bersikap sok tahu jika berkata bawah seharusnya, kita berterima kasih kepada pertengkaran yang sudah-sudah. Setidaknya dengan berdebat kita saling belajar untuk menerima sudut pandang masing-masing lebih dalam. Pun, perdebatan itu juga menjadikan kita sama-sama lihai dalam membaca situasi untuk memulai argumen yang lebih tenang di masa depan. Paling tidak kini kita bisa tahu apa yang boleh dan tak boleh kita lakukan.
(Dan bukankah dengan membiarkan aku tahu apa sudut pandangmu, kamu merasa lebih dihargai? karena itulah yang kurasakan dan baru saja kusadari detik ini.)
Berargumen yang tidak menyertakan emosi juga sebenarnya bisa membuat kita menyadari manfaat dari komunikasi yang baik. Kita bisa saling memenuhi kebutuhan masing-masing untuk mendengarkan dan didengarkan. Bukankah komunikasi adalah kunci keberhasilan suatu hubungan? Selain itu, berargumen juga membuat kita lebih sehat karena kita tidak memendam uneg-uneg yang berujung pada rasa memendam.
"Bukankah ini yang membuat hubungan pacaran kita lebih nyaman? dengan beradu argumen secara terbuka dan dewasa. Kita bisa menemukan solusi nyata, tak hanya bisa menyakiti dengan emosi."
Pertengkaran kita semalam membuatku belajar lagi bahwa meminta maaf itu sangat penting.
Berani meminta maaf bukankah sesuatu yang indah, dan habis semua perkara? terkadang harus ada di antara kita yang menjadi penengah bagi emosi yang selalu menguasai. Semua orang di dunia ini tak pernah ingin hubungannya terus penuh dengan cerita marah, bertengkar, apalah itu. Hanya saja berani tidak salah satu dari kita melakukan hal itu hanya untuk menyelamatkan kisah yang kata orang terlalu indah untuk berhenti ditulis ini?
Sudahlah. Kutuntaskan saja kecewa dan kesal yang kurasa. Hati ini pun sudah linu rindu, sebab semalam kita pergi dalam diam dan tak bertukar pesan hingga fajar menjelang.
Saatnya untuk aku dan kamu bersikap dewasa. Mengirimkan sepenggal ucapan selamat pagi yang tak pernah absen kamu dan aku layangkan di hari-hari kemarin. Agar kamu dan aku tahu bahwa kita sudah baik-baik saja. Agar kamu tahu bahwa kita sudah belajar dan tak akan mengulangi kesalahan yang sama. Agar kamu tahu, justru perdebatan kita kemarin semakin memantapkan langkahku untuk menitipkan hati, semua mimpi di masa depanku padamu.
Selamat pagi sayang :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar